REPUBLIKA.CO.ID,MAKKAH--Melontar jumrah sekarang menjadi kegiatan yang menyenanagkan. Pintu melontar jumrah yang banyak membuat jamaah tak terkumpul di satu titik. Lokasi lontar jumrah pun hanya dikelilingi sedikit jamaah, sehingga tak perlu berdesak-desakan.
Selepas Subuh, Rabu (17/11), meski dari pintu masuk dan keluar terlihat penuh sesak jamaah, tapi di lokasi masing-masing tiang jamarat, jamaah tidak perlu berdesak-desakan untuk melontar jumrah. Bahkan banyak jamaah yang melontar jumrah sambil berfoto.
"Lokasi melontar jumrah sekarang, semakin baik. Risiko tumbukan jamaah semakin berkurang," ujar Wakil Amirul Haj Hasyim Muzadi. "Sekarang seperti rekreasi, dulu jamaah melontar jumrah harus berdesak- desakan dengan risiko yang tinggi," ujar Amirul Haj Suryadharma Ali, Rabu (17/11).
Jamaah yang menuju tiang jamarat bisa memilih pintu masuknya. Yang ke lantai dua bisa memilih pin tu masuk ke lantai dua, yang akan ke lantai tiga bisa memilih jalur ke lantai tiga, begitu seterusnya, meski harus berjalan agak jauh. "Jamaah yang masuk dan keluar jamarat, relatif tidak saling bertemu, sehingga mengurangi risiko tumbukan," ujar Kepala Daker Makkah, Cepi Supriyatna.
Untuk dapat melontar jumrah selepas Subuh, banyak jamaah yang melakukan mabit di sekitar jamarat, daripada tinggal di tenda di Mina. "Harus jalan tujuh kilometer dari tenda jamarat untuk sampai ke sini. Makanya, kami memilih pulang ke pondokan di Mahbas Jin kemudian langsung ke sini," ujar Subari, jamaah dari Tegal Rombongan 3, Kloter 72 Solo, yang mengisi pondokan di Ring I, Mahbas Jin.
Dari mahbas Jin ke Jamarat, Subari dan teman-temannya hanya menempuh perjalanan sekitar tiga kilometer. Sepulang melontar jumrah, Subari dan kawa-kawan juga pulang ke Mahbas Jin, dan baru sore hari lagi mabit di sekitar jamarat untuk menun ggu waktu lontar esok harinya lagi.
Salehudin, jamaah mukimin yang mengambil miqat di Tanim, juga memilih mabit di sekitar jamarat. Selepas Maghrib ia sudah pergi ke jamarat bersama-sama temannya, untuk mabit selama enam jam. "Tapi kami baru akan melontar jumrah pada sore hari selepas Ashar, sehingga sekarang kami pulang dulu ke pondokan di Syissah, sekitar satu kilometer dari jamarat," ujar Salehudin yang mempercayai waktu afdhal lontar jumrah adalah selepas Ashar.
Kegiatan melontar jumra sudah dimulai Selasa (16/11) dinihari, selepas jamaah mabit di Muzdalifah. Di Muzdalifah, jamaah mabit sambil mengumpulkan batu. Maryamah (65 tahun), jamaah asal kloter 42 Jakarta, bersama teman-teman serombongan, terlohat sibuk mengorek-ngorek pasir untuk mencari batu kerikil di menjelang tengah malam di Muzdalifah. "Ini persiapan buat melontar jumroh di Mina," kata Maryamah.
Setelah lewat ten gah malam, jamaah bergerak ke Mina. Ada yang menggunakan bus, ada juga yang berjalana kaki. Ada yang memilih langsung ke masjidil Haram, memilih melakukan tawaf ifadah dulu kemudian said an tahalul, baru kemudian melanjutkan melontar jumrah di Jamarat Aqabah. Tapi ada juga yang melontar jumrah di Jamarat Aqabah dulu, kemudian tahalul, baru kemudian tawaf ifadah di Masjidil Haram.
Meski prosesi melontar jumrah sudah sangat menyenangkan, Suryadharma tetap berpesan, agar jamaah taka perlu memaksakan diri memilih waktu afdhal. "Waktu yang paling afdhal itu belum tentu aman bagi jamaah," jelas Suryadharma.