REPUBLIKA.CO.ID,HAMBURG--Untuk kali pertama sejak 400 tahun lalu, pengadilan di Jerman kembali menyidang pelaku bajak laut. Pengadilan yang dimulai Senin (22/11) ini menyidang 10 orang asal Somalia yang dituduh ingin membajak sebuah kapal kontainer Jerman pada April lalu.
Para bajak laut yang berusia antara 17-48 tahun itu terancam hukuman penjara maksimal 15 tahun. Mereka ditangkap saat hendak menguasai kapal MS Taipan sekitar 900 kilometer dari Pantai Timur Somalia.
Namun perbuatan para bajak laut itu diketahui kapal angkatan laut Belanda. Setelah melalui aksi saling tembak, para bajak laut itu dapat ditaklukkan dan kemudian diserahkan ke pemerintah Jerman. Para awak kapal yang dibajak bisa menyelamatkan diri karena berlindung di dalam ruangan khusus yang disebut ''panic room''.
Bajak laut Somalia ini kerap membajak kapal yang berlayar antara Eropa dan Asia. Sejauh ini sudah 23 kapal dan sekitar 500 awaknya yang dikuasai oleh para bajak laut di Somalia.
Seorang ahli yang mendalami pembajakan di Institut Jerman untuk riset Ekonomi (DIW), Anja Shortland, mengatakan pengadilan bajak laut Somalia di negara-negara Barat lebih sebagai 'hadian utama' dari pada sekadar penangkal. ''Menghabiskan tiga, lima, bahkan tujuh tahun di penjara Eropa atau Amerika yang diikuti oleh suaka politik, Anda tidak dapat melakukan lebih baik sebagai seorang Somalia,'' ujarnya.
Kenya, Mauritius, Seychelles, dan Tanzania ikut menanggung beban dari pembajakan yang dilakukan warga Somalia ini. Negara-negara ini bersedia mengadili para bajak laut yang tertangkap oleh patroli pasukan internasional di Timur Laut benua Afrika.