REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA--Posisi Presiden RI, Susilo Bambang Yudhoyono, semakin terdesak terkait rencana perubahan sistem pemerintahan di Yogyakarta. Salah seorang politisi yang juga mantan anggota DPR RI, Marwah Daud Ibrahim, menyatakan, pemerintah sebaiknya tidak memaksakan kehendaknya kepada Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta.
“SBY jangan memaksakan untuk mengubah sistem di Yogyakarta,” tegas Marwah yang ditemui Republika di kantor Ikatan Cendekiawan Muslim se-Indonesia (ICMI), Warung Jati, Jakarta, Kamis (2/12) petang.
Menurutnya, sistem monarki bukanlah sebuah sistem yang buruk. Ia mencontohkan, Inggris, Belanda, Jepang dan bahkan Malaysia, tetap bisa maju dan menjadi negara modern meski masih menggunakan system monarki.
Selain itu, tambahnya, demokrasi pun tetap dapat berjalan dengan baik di negaranya masing-masing. Sedangkan di Indonesia, system monarki di Yogyakarta dan di banyak daerah lainnya di Indonesia, tidak perlu dipermasalahkan hanya karena dalih tidak adanya sistem demokrasi.
“SBY salah jika membuat pernyataan tidak baik. Kenapa tidak berjalan seiringan seperti negara-negara yang hingga saat ini tetap menjalankan monarki?” imbuhnya.
Ia juga menilai, pernyataan SBY tersebut juga tidak tepat untuk mengubah sistem di Yogyakarta setelah bencana Merapi melanda masyarakat di provinsi tersebut. Pasalnya, emosi masyarakat Yogyakarta tengah labil dan mudah tersulut emosinya.
Lagipula, tambahnya, perubahan sistem di Yogyakarta itu bukanlah sesuatu yang urgent untuk dibahas segera. Ia mengimbau, lebih baik SBY focus pada permasalahan yang lebih prinsip seperti masalah kemiskinan dan pengangguran. “Ini kan terkesan diada-adakan, terlepas ada kepentingan politis atau tidak. Dengarkan suara rakyat dan ajak dialog. Bukan sepihak seperti ini,” pungkas Presidium ICMI ini.
Ia menambahkan, kemarahan masyarakat Yogyakarta dapat membahayakan, apalagi hingga terjadinya referendum untuk memisahkan diri dari Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Keutuhan NKRI, katanya, tergantung dengan keputusan SBY yang rencananya akan diputuskan hari ini (2/12).
Jika benar-benar terjadi referendum, daerah lain pun akan melakukan hal yang sama, terutama daerah yang masih kental sistem monarki seperti Maluku Utara dan Sulawesi Selatan. Pasalnya, Yogyakarta sebagai kerajaan terbesar saat ini, menjadi panutan daerah-daerah tersebut. “Ada daerah-daerah yang masyarakatnya lebih mendengarkan suara sultan atau rajanya daripada presiden. Aceh dan Papua pun kemungkinan akan melakukan referendum juga,” tuturnya.