REPUBLIKA.CO.ID,PESHAWAR--Masyarakat Pakistan geram melihat ulah seorang wanita Kristen bernama Asia Bibi karena telah menghina Nabi Muhammad SAW. Meskipun telah dijatuhi hukuman mati oleh pengadilan, Bibi meminta pengampunan kepada Presiden Pakistan dan mengajukan banding dengan alasan tidak melakukan pelecehan terhadap Nabi.
Dukungan dari negeri Barat, termasuk Paus Benediktus XVI mengalir bagi Bibi. Paus meminta agar Bibi dilepaskan dari hukuman itu. Sejauh ini, hukuman mati bagi penghujat Nabi itu masih belum jelas kapan akan dilaksanakan.
Seorang ulama garis keras Pakistan, Maulana Yousef Qureshi, menawarkan hadiah senilai 5.800 dolar AS bagi siapa pun bisa menghukum mati Bibi. Imam sebuah masjid besar di Kota Peshawar ini juga memperingatkan pemerintah Pakistan untuk tidak mengotak-atik aturan hukum bagi tindakan penghujatan agama.
''Kami sangat menentang upaya mencabut undang-undang yang memberikan perlindungan bagi kesucian Nabi Muhammad,'' tegas Qureshi saat menggelar demo akhir pekan lalu. ''Siapa pun yang bisa membunuh Bibi akan diberikan 500 ribu rupee sebagai imbalan dari Masjid Mohabat Khan.''
Qureshi diyakini memang tidak memiliki pengikut yang banyak. Namun komentarnya ini dikhawatirkan dapat memprovokasi respon yang keras dan menyulitkan upaya pemerintah untuk memerangi kalangan ekstrimis dan militan.
Qureshi yang memimpin masjid buatan abad 17 ini, kepada Reuters mengatakan bertekad untuk melihat Bibi menerima hukuman mati. ''Kami berharap dia digantung dan jika tidak digantung maka kami akan meminta mujahidin dan Taliban untuk membunuhnya,'' tegasnya.
Bibi seorang ibu beranak empat dan berusia 45 tahun adalah wanita pertama yang dijatuhi hukuman mati berdasarkan UU Penghujatan. Di Pakistan terdapat empat persen warga non Muslim. Qureshi sebelumnya juga pernah menawarkan hadiah sebesar 1 juta dolar AS kepada siapa pun yang membunuh kartunis Denmark yang telah membuat karikatur Nabi Muhammad.
Bibi telah meminta pengampunan dari Presiden Asif Ali Zardari. Dia berdalih telah dikenakan tuduhan tanpa berdasar karena sengketa pribadi. Pengadilan Tinggi Lahore bulan lalu telah mencegah Zardari untuk memberikan pengampunan dan memutuskan bahwa Pengadilan Tinggi yang akan memutuskan kasus ini.
''Bukan Presiden, bukan parlemen dan tidak ada pemerintah yang mempunyai hak untuk campur tangan dalam hukum Islam. Hukum Islam akan diterapkan dengan segala risikonya,'' pungkas Qureshi.