Ahad 12 Dec 2010 01:40 WIB

Pembatasan BBM Bermuatan Politis

Rep: M Ikhsan Shiddieqy/ Red: taufik rachman

REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA-Rencana pemerintah menghentikan subsidi BBM bagi pemiliki mobil pada 2011 terus menuai pro kontra. Alasan pemerintah menjadi perdebatan banyak pihak, termasuk kemungkinan alasan politis.

Hal itu salah satu wacana yang muncul dalam diskusi bertajuk 'Pembatasan BBM Bersubsidi' di Warung Daun, Sabtu (11/12). "Rencana itu ada kemungkinan ke arah politik, karena BBM itu memang selalu politis," kata pengamat ekonomi LIPI Latif Adam. Dia mengatakan, pemberlakuan pembatasan subsidi BBM pada 2011 ini juga mungkin sudah ada hitung-hitungan politik. Menurut Latif, kebijakan itu akan memiliki risiko berbeda jika diambil mendekati 2014 nanti.

"Kebijakan (pembatasan subsidi BBM) diambil pada 2011 karena memang kecil risiko politiknya," ujar Latif. Meski tidak luput dari unsur politis, Latif berharap pemerintah memiliki alasan yang cukup tegas terkait pembatasan subsidi ini. Intinya, kata dia, subsidi harus diberikan pada orang yang tepat dan memang berhak untuk menerima, sehingga harus ada instrumen yang jelas.

Wakil Ketua Komisi VII DPR Effendi Simbolon, mensinyalir dana subsidi BBM ini dialihkan untuk program-program seperti Kredit Usaha Rakyat (KUR) untuk kepentingan pemilu 2014. "Jangan-jangan dialihkan buat KUR lagi untuk pemilu 2014," katanya. Dia menegaskan, penghematan lebih baik dialihkan untuk infrastruktur saja. Lagipula, kata dia, pemerintah belum mengusulkan secara resmi ke DPR soal pembatasan subsidi BBM.

Adanya unsur politis juga diyakini oleh pengurus harian Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) Tulus Abadi. "BBM selalu menjadi alat politik," ujar dia. Bahkan, Tulus mengamini jika pembatasan subsidi BBM ini merupakan rencana neolib. Parahnya, pemerintah memiliki legalisasi melakukan itu karena ada UU Migas yang juga merupakan produk neolib.

BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement