REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA--Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menegaskan, supervisi yang dilakukan dalam kasus korupsi pengadaan Sistem Administrasi Badan Hukum Umum (Sisminbakum) mencakup dua hal. Yakni, kejanggalan vonis bebas bagi mantan Direktur Jenderal Administrasi Hukum Umum Kementerian Kehakiman Romli Atmasasmita serta dugaan penyalahgunaan kewenangan dalam pengadaannya.
"Koordinasi dan supervisi dengan Kejaksaan, intinya untuk saling mendukung dan mendorong penanganan kasus dan mencari solusi bersama," jelas Wakil Ketua KPK Bidang Pencegahan Haryono Umar, Selasa (28/12).
Ia tak mau menyebutkan detil data yang bakal diteliti dalam supervisi KPK. Menurutnya, hal-hal yang terkait penyalahgunaan wewenang ataupun dugaan tindak pidana korupsi tengah didalami. "Semua perkembangan kita perhatikan," pungkas Haryono.
KPK sebelumnya menyatakan bakal menelusuri dugaan kejanggalan dalam putusan bebas Mahkamah Agung atas terdakwa kasus korupsi pengadaan Sistem Administrasi Badan Hukum Umum (Sisminbakum), yaitu mantan Direktur Jenderal Administrasi Hukum Umum Kementerian Kehakiman Romli Atmasasmita. "Kalau memang datanya akurat kami siap menindaklanjuti," ujar Juru Bicara KPK Johan Budi SP.
Menurutnya, pihak KPK siap bergerak apabila ada laporan dari masyarakat. Maka, ia pun mengimbau kepada pihak-pihak yang memiliki bukti kejanggalan, agar tak ragu untuk melapor ke KPK. "Kalau mau lapor ya silakan," ucapnya.
Pada Rabu (22/12) kemarin,MA mengabulkan permohonan kasasi yang diajukan Romli. Putusan kasasi itu dijatuhkan oleh majelis hakim agung yang diketuai Mohammad Taufik, serta anggota Zaharuddin Utama dan Suwardi.
Dalam putusannya, majelis kasasi tidak menemukan adanya perbuatan melawan hukum dari terdakwa, dimana pihak majelis kasasi menyatakan tidak menemukan Romli diuntungkan secara pribadi atas pelaksanaan proyek Sisminbakum.
Sebelumnya, Romli dihukum dua tahun penjara oleh Pengadilan Negeri Jakarta Selatan pada 7 September 2009. Majelis hakim yang diketuai Ahmad Yusak saat itu menyatakan, ia terbukti melakukan korupsi biaya akses Sisminbakum dengan menyalahgunakan kewenangan, kesempatan, dan sarana, sehingga merugikan negara. Ia juga diperintahkan membayar denda Rp 100 juta subsider dua bulan penjara dan uang pengganti 2.000 USD dan Rp 5 juta.