Kamis 20 Jan 2011 17:38 WIB

KPK Tetap tak Berwenang Keluarkan SP3

Rep: yogie respati/ Red: Krisman Purwoko

REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA--Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) tetap tidak berwenang mengeluarkan surat perintah penghentian penyidikan dan penuntutan dalam perkara tindak pidana korupsi, sesuai dengan yang tercantum dalam pasal 40 UU Nomor 30 tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Hal tersebut diperkuat dengan putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang tidak menerima permohonan uji materi pasal 40 UU Nomor 30 tahun 2002 yang diajukan mantan anggota DPR, Hengky Baramuli.

Hakim konstitusi, Hamdan Zoelva, menuturkan permohonan pemohon ditolak karena ketentuan di pasal 40 justru untuk mencegah KPK melakukan penyalahgunaan wewenangnya yang sangat besar, sebagaimana termuat dalam Bab II UU Nomor 30 tahun 2002. Berdasar pasal 6 huruf b, pasal 8, 9, dan 10, KPK berhak untuk melakukan supervisi terhadap dan mengambil alih penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan tindak pidana korupsi dari penegak hukum lain.

Hal itu, tambahnya, berarti penegak hukum lain masih punya wewenang untuk melakukan penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan tindak pidana korupsi. “Jika KPK diberi wewenang untuk mengeluarkan SP3 terhadap perkara korupsi yang tengah ditangani aparat penegak hukum lain dikhawatirkan wewenang tersebut dapat disalahgunakan,” kata Hamdan, dalam sidang pleno putusan di gedung MK, Kamis (20/1).

Selain itu, papar Hamdan, jika terjadi keadaan bahwa ternyata tidak ada tindak pidana yang disangkakan dan baru diketahui saat proses telah memasuki tahap penyidikan, mahkamah berpendapat bahwa penuntut umum pada KPK tetap berkewajiban membawa terdakwa ke depan persidangan dengan mengajukan tuntutan untuk membebaskan terdakwa.

“Hal ini lebih baik daripada memberi kewenangan kepada KPK untuk menerbitkan SP3. Dari perspektif kepentingan terdakwa, ia akan memperoleh kepastian mengenai ketidakbersalahannya melalui putusan hakim, yang dilihat dari prosesnya lebih akuntabel daripada jika didapatkan melalui SP3,” jelas Hamdan.

Dalam amar putusan MK, Ketua Majelis Hakim, Achmad Sodiki, pun menegaskan bahwa permohonan Hengky tidak dapat diterima dan pokok permohonan pemohon tidak dipertimbangkan. “Menyatakan permohonan pemohon tidak dapat diterima,” kata Sodiki.

Dalam putusan MK yang tak menerima permohonan Hengky tersebut juga karena pertimbangan sebelumnya telah terdapat putusan MK terkait pasal 40 UU KPK yang sama dalam putusan nomor 006/PUU-I/2003 pada 30 Maret 2004 dan putusan nomor 012-016-019/PUU-IV/2006 tanggal 19 Desember 2006. Empat tahun silam, Mulyana Wirakusumah beserta sejumlah tersangka kasus korupsi KPU lainnya mengajukan permohonan pengujian pasal yang sama ke MK, tapi MK menolak permohonan mereka.

Hengky Baramuli menjadi tersangka dugaan kasus cek perjalanan dalam pemilihan deputi gubernur senior BI, Miranda S Goeltom pada 2004. Ia ditetapkan sebagai tersangka dengan 25 mantan anggota DPR lainnya. Hengky mengajukan permohonan uji materi pasal 40 UU KPK karena menilai pasal itu merupakan norma yang diskriminatif karena tidak memungkinkannya SP3 oleh KPK, menimbulkan ketidakpastian hukum dan melanggar asas praduga tak bersalah.

 

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement