REPUBLIKA.CO.ID, KAIRO - Omar Suleiman yang ditunjuk Hosni Mubarak sebagai wakilnya, bukan sosok yang baru bagi rakyat Mesir. Dia sebelumnya adalah pimpinan badan intelijen Mesir, terkenal sangat loyal pada Presiden Hosni Mubarak, dan tokoh kunci dalam hubungan rahasia Israel-Mesir.
Nama Omar mulai diperbincangkan dunia internasional saat ia tampil menengahi antara faksi-faksi Palestina dan Israel. Suleiman, yang mengepalai dinas intelijen Mesir sejak awal 1990-an, mengambil peran mediasi pada tahun 2000, menyusul pecahnya intifada kedua. Dia telah beberapa sukses menegosiasikan gencatan senjata singkat pada bulan Juni 2003.
Usahanya telah mendapatkan rasa hormat dari Mesir, Israel, dan diplomat AS, termasuk Yossi Sarid, seorang Israel anggota Knesset saat itu, yang menyebut Suleiman mendatangkan pengaruh yang positif pada negosiasi.
Suleiman lahir di Qena, di selatan Mesir. Ia meninggalkan untuk Kairo pada usia 19 untuk mendaftar di akademi militer Mesir dan pernah menerima pelatihan militer lanjutan di Rusia.
Posisi Suleiman sebagai kepala badan intelijen paling signifikan di dunia Arab dan kedekatannya dengan Husni Mubarak, presiden Mesir, menimbulkan spekulasi bahwa ia bisa bersaing dengan Gamal Mubarak, putra presiden, untuk posisi penguasa berikutnya Mesir.
Mubarak dan Suleiman selamat dari upaya pembunuhan di Addis Ababa, ibukota Ethiopia, saat keduanya akan menghadiri KTT Afrika pada bulan Juni 1995. Sejumlah pengawalnya terbunuh, namun sopir limosin yang membawa mereka mampu mengubah putaran mobil dan kembali ke bandara.