REPUBLIKA.CO.ID,BANGKOK--Sekitar 8.000 tenaga kerja Thailand perlu segera diungsikan dari Libya dengan rombongan pertama para pekerja yang diperkirakan tiba di Thailand pada Sabtu, kata Deputi Direktur Jenderal Departemen Tenaga Kerja, Prawit Kiangphon. Prawit mengatakan bahwa demi keamanan mereka, sejumlah delapan ribu dari keseluruhan 23 ribu tenaga kerja Thailand di Libya akan membutuhkan pengungsian yang mendesak dari negara Afrika Utara dimana kebanyakan mereka menyediakan buruh bagi firma konstruksi bangunan.
Sejumlah 2.700 tenaga kerja Thailand telah meninggalkan Libya dan beberapa mengungsi secara bertahap melalui perbatasan ke Mesir dan Tunisia, kata dia. Satu kapal feri yang disewa oleh pemerintah Thailand akan tiba di Tripoli dari Italia pada Jumat malam.
Kapal tersebut akan memuat dua ribu tenaga kerja Thailand menuju tempat tinggal sementara di Tunisia dan kembali untuk menjemput dua ribu warga Thailand lainnya menuju Italia, kata dia.
Rombongan pertama empat ratus warga Thailand yang diungsikan dari Libya menuju Turki akan menumpang pesawat menuju Thailand dan diperkirakan tiba di Bangkok pada Sabtu, kata Deputi Dirjen.
Kementerian Tenaga Kerja dan Kementerian Luar Negeri Thailand telah bekerja sama mendirikan empat penampungan sementara di Mesir, Tunisia, Italia dan Libya selatan untuk menunjang keamanan warga Thailand yang tinggal di Libya. Sekretaris Menteri Urusan Luar Negeri, Chavanond Intarakomalyasut mengatakan bahwa pengungsian akan sesuai kesukarelaan karena dikabarkan lebih dari 2.600 tenaga kerja Thailand menyatakan bahwa mereka tidak akan meninggalkan Libya.
Ketakutan terhadap perang saudara besar di negara Afrika utara menyebabkan pemerintah dari seluruh dunia berupaya mengungsikan warga negaranya menuju tempat aman ditengah bentrokan sengit yang terjadi pada 15 Februari. Tragedi itu terjadi setelah pemberontakan yang menggulingkan penguasa di negara tetangga, Tunisia dan Mesir.
Menurut Kantor Berita Reuters gelombang unjuk rasa besar yang menyebar di seluruh negeri itu dalam melawan pemimpin yang menguasai Libya selama 41 tahun, Muammar Gaddafi telah mendapat tanggapan sengit dari pasukan keamanan yang menurut sejumlah pemerintah Eropa telah menewaskan ribuan warga.