REPUBLIKA.CO.ID, NEW YORK — Bencana gempa dan tsunami di Jepang diprediksi membuat perusahaan asuransi rugi setidaknya 35 milyar dolar (Rp304, triliunan), menurut perusahaan simulasi risiko, AIR Worldwide. Prediksi angka itu menjadikan bencana pekan lalu, yang termahal selama sejarah.
Angka itu hampir sebesar kerugian industri global akibat malapetaka dunia pada 2010. Kondisi itu dapat memicu situasi yang memaksa harga lebih tinggi di pasar asuransi beberapa tahun sesudahnya.
AIR mengestimasi kerugian berkisar antara $14.5 billion (Rp127 triliun) hingga $34.6 billion (Rp.303,4 t). Prediksi itu berdasar rentang kerugian dari 1,2 triliun yen hingga 2,8 triliun yen, dengan konversi 1 dolar sama dengan 81,85 dolar.
Perusahaan tersebut juga memperingatkan bahwa angka itu hanya perkiraan awal dan simulasi itu tidak memasukkan faktor dampak tsunami yang menyusul gempa, dan juga potensi kerugian lain akibat kerusakan nuklir.
AIR juga menekankan dalam beberapa kasus, di mana bangunan rusak berat akibat gempa 8,9 SR dan tersapu oleh banjir membuat mereka kesulitan melakukan penghitungan tepat.
Selain itu juga ada pertanyaan tersisa terkait biaya pembersihan, pemuliha dan pemantauan jangka panjang terhadap ledakan dan radiasi di reaktor nuklir Fukushima.
Reaktor-reaktor semacam itu mungkin memiliki asuransi yang tak memasukkan faktor kerusakan akibat gempa. Begitu pula pemilik rumah di Jepang, sangat sedikit--bila tak bisa dikatakan tak ada--yang memasukan opsi nuklir dalam polis mereka.