REPUBLIKA.CO.ID, YOGYAKARTA--Menteri Kesehatan (Menkes) RI Endang Rahayu Sedyaningsih berharap agar lembaga yang mengeluarkan fatwa, dalam hal ini Majelis Ulama Indonesia (MUI), membackup melalui fatwa bahwa mendonorkan organ tubuh merupakan ibadah.
"Saat ini hanya dibolehkan saja, tetapi kalau itu dijadikan fatwa bahwa menjadi bagian ibadah, maka akan banyak orang yang tertarik," kata Menkes saat memberikan sambutan pada peringatan Hari hepatitis se-dunia di RS Sardjito Yogyakarta, Rabu (28/7).
Hal itu dinyatakan Menkes, karena saat ini biaya untuk tranplantasi hati bagi para penderita kanker hati akibat hepatitis akut sangat mahal. Hal itu antara lain disebabkan sulitnya mencari donor hati di Indonesia. Menurutnya, biaya transplantais hati di Indonesia bisa mencapai Rp 1 miliar lebih. "Karena itu yang mungkin kita lakukan di Indonesia adalah upaya preventif melalui imunisasi hepatitis sejak bayi dilahirkan, mengingat prevalensi penyakit tersebut di Indonesia tergolong dalam kategori menengah dan tinggi" jelasnya.
Menurut Menkes, berdasarkan data, sebanyak 30 juta penduduk Indonesia menderita hepatitis B dan C hingga tahun 2010 ini. Dari jumlah tersebut, 15 juta di antaranya berpotensi menderita ‘chronic liver diseases’ atau penyakit hati kronis yang mengarah ke kanker hati dan berakibat kematian.
Indonesia, kata Menkes, digolongkan ke dalam kelompok daerah dengan prevalensi hepatitis B dengan tingkat endemisitas menengah sampai tinggi. Penyakit ini bisa disembuhkan dengan jalan transplantasi hati. ''Hanya saja biaya untuk itu sangat mahal sekali,'' cetusnya.
Diakui Menkes, penyakit hepatitis baik tipe A, B, dan C, merupakan masalah kesehatan besar di seluruh dunia. Berdasarkan data, terdapat lebih dari 2 miliar penduduk di dunia telah terinfeksivirus hepatitis B, dan lebih dari 360 juta penduduk dunia yang menjadi pengindap kronis virus tersebut. ''Sebanyak 130-170 juta penduduk dunia merupakan pengindap virus C dengan angka kematian lebih dari 350 ribu per tahun akibat komplikasi hepatitis C,'' katanya.
Menkes mengatakan, berdasarkan data Riskesdas (Riset Kesehatan Dasar) tahun 2007, prevalensi nasional hepatitis klinis sebesar 0,6 persen (rentang 0,2 persen – 1,9 persen). Tercatat, 13 provinsi di Indonesia prevalensinya di atas angka nasional, dan tertinggi adalah provinsi Sulawesi Tengah dan Nusa Tenggara Timur.
Penderita hepatitis C sebagian besar dialami oleh kelompok umur 30-39 tahun, yaitu sekitar 29,6 persen dan kelompok umur 20-29 tahun yaitu sekitar 27,0 persen. Selain itu, terdeteksi pula bahwa hepatitis C juga diderita oleh kelompok umur sangat muda ( 0-9 tahun) yaitu sekitar 0,2 persen dan pada kelompok usia lanjut ( 70 tahun ke atas) yaitu sekitar 5,4 persen.
Bahkan, kata Menkes, di perkotaan, hepatitis menjadi penyebab kematian ketiga terbesar, sedang di pedesaan menjadi penyebab kematian terbesar. "Harus ada penelitian lebih lanjut mengenai hal ini," tegasnya.