REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA--Maraknya perampokan bersenjata api (senpi) akhir-akhir ini diduga karena populasi senjata api yang tinggi. Berdasarkan data kepolisian, hingga Agustus 2010, terdapat 17.983 izin senpi yang dimiliki oleh warga sipil. Sisanya, terdapat 4.649 izin senjata api yang diterbitkan untuk institusi.
Presidium Indonesian Police Watch (IPW), Neta S Pane, menyatakan, senjata api tersebut seharusnya ditarik dan digudangkan. Pasalnya, ketika kapolri masih dijabat oleh Jendral Pol Sutanto, senjata tersebut sudah tidak pernah diberi izin lagi.
Meski demikian, Neta mengeluhkan tidak ada upaya serius dari Polri untuk memanggil pemiliknya dan menyita senjatanya. "Seharusnya pemiliknya dipanggil, kalau tidak mau bisa ditetapkan sebagai DPO (Daftar Pencarian Orang)," ungkapnya saat dihubungi Republika, Rabu (25/8)
Wakil Kepala Divisi Humas Polri, Kombes Pol I Ketut Untung Yoga Ana, menyatakan, Polri tidak dapat sembarangan melakukan penarikan senjata api. Menurutnya, penarikan senjata api hanya bisa dilakukan berdasarkan ketentuan hukum.
Menurut Yoga, setidaknya terdapat empat perundang-undangan yang mengatur soal senjata api seperti Undang-Undang No 12/Darurat/Tahun 1951, Undang-Undang Kepolisian, peraturan perizinan senjata api, dan Undang-Undang tentang Senjata Api. Menurut Yoga, penarikan senjata api harus berdasarkan undang-undang tersebut.
Yoga pun mengatakan, Polri tetap melakukan pengawasan fisik dan administrasi terhadap senjata api yang beredar di masyarakat. Menurutnya, terdapat kriteria untuk para pemegang senjata api seperti tes psikologi untuk mengetahui kestabilan emosional yang bersangkutan.
Kepala Bidang Penerangan Umum, Kombes Pol Marwoto Soeto, mengatakan, senpi yang beredar di masyarakat umumnya merupakan pistol dan revolver berjenis kaliber 25,32, dan 22. Selain itu, terdapat senjata api laras panjang jenis shot gun yang izinnya diterbitkan untuk bela diri.
Menurut Marwoto, senpi tersebut masih mempunyai izin yang belum kadaluwarsa. Namun, sampai per Agustus ini izin senjata api sudah tidak dapat dikeluarkan lagi. "Kalau pun masih ada itu untuk institusi," tegasnya.