REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA- Wakil Presiden Boediono menganggap kemacetan di Jakarta telah mengakibatkan kerugian yang signifikan. Akibat kemacetan yang parah di Jakarta menimbulkan kerugian sekitar Rp12,8 triliun per tahun, yang dialami oleh biaya operasional kendaraan, kesehatan masyarakat, serta kerugian waktu. Selain itu, kecepatan rata-rata kendaraan di Jakarta hanya bisa mencapai 8,3 kilometer per jam, padahal mestinya bisa 20 kilometer per jam.
"Angka-angka itu sudah parah sehingga memerlukan penanganan yang cepat dan koordinasi yang tepat," kata juru bicara wapres, Yopie Hidayat, Kamis (2/9), di Jakarta. Wapres juga minta dilakukan restrukturisasi angkutan umum kendaraan kecil, agar diatur lagi jalurnya terutama yang tumpang tindih dengan jalur bus ukuran besar.
Karena itulah, wapres kemudian memimpin rapat transportasi massal di kantornya dengan memanggil beberapa menteri terkait. Menurut Yopie, dalam rapat juga diputuskan setidaknya ada 17 langkah yang harus segera dilaksanakan dalam upaya menyelesaikan kemacetan di ibukota.
Tujuh belas langkah yang dinstruksikan Wapres itu, kata Yopie, antara lain percepatan pemberlakuan Electronic Road Pricing (ERP), sterilisasi jalur busway tetap dijalankan dan bahkan akan ditingkatkan mengingat upaya yang dilakukan ternyata memberikan dampak positif. Selain itu juga akan meninjau ulang kebijakan parkir di kawasan yang telah dilalui jalur Trans Jakarta, terutama untuk parkir kendaraan yang dilakukan di pinggir jalan.
Untuk melakukan semua itu, Wapres menginstruksikan Kepala Unit Kerja Presiden bidang Pengawasan dan Pengendalian Pembangunan (UKP4) untuk memantau berbagai upaya yang dilakukan pemerintah pusat dan daerah mengatasi kemacetan di Jakarta. "Wapres secara khusus minta kepada Kepala UKP4 untuk melakukan pemantauan upaya mengatasi kemacetan di Jakarta yang kian parah," kata Yopie.
Rapat transportasi massal di Jakarta yang dipimpin Wapres Boediono ini diikuti antara lain oleh Menko Perekonomian Hatta Rajasa, Menhub Freddy Numbery, Mendagri Gamawan Fauzi, Menteri PU Djoko Kirmanto, serta Gubernur DKI Jakarta Fauzi Bowo.