Jumat 26 Nov 2010 15:35 WIB

Seulas Kisah tentang Rumah Petak di Sudut Terminal

Rep: C23/ Red: irf

REPUBLIKA.CO.ID, DEPOK--Rumah-rumah petak itu ber ada di sudut Terminal Depok. Bangunan yang terbuat dari bilik bambu berukuran 2 x 2 meter itu dihuni oleh tujuh atau lebih anggota keluarga.

Ketika suara azan bergema, anak-anak jalanan penghuni rumah petak itu berduyun-duyun menuju Masjid Al Muttaqin--kerap disebut Master atau Masjid Terminal. Dengan gerakan terlatih, anak-anak itu mengambil air wudhu satu per satu dengan tertib.

Saat shalat pun, tak ada yang terlihat bersenda gurau, bercanda, atau dorong-dorongan, layaknya anak-anak. Dengan khusyuk, mereka mengikuti gerakan-gerakan shalat yang dipimpin imam meski beberapa anak terlihat melirik hati-hati ke arah belakang.

Seorang berpakaian gamis putih-putih dengan serban melilit di kepala berdiri di belakang barisan shalat anak-anak itu. Sesekali matanya melihat dengan sigap untuk memastikan tidak ada yang bercanda dalam shalat. "Itu Pak Imam, marbot (penjaga) masjid. Ia tak segan memukul jika ada yang bercanda saat shalat," tutur Nurohim, salah seorang pendiri yang juga ketua Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat (PKBM) Bina Insan Mandiri (BIM) saat ditemui, beberapa waktu lalu.

Nurohim menuturkan, anakanak jalanan itu menjadi anggota asrama yang dikelola PKBM ini.

Untuk menjadi anggota asrama, mereka harus belajar dalam program kejar paket yang telah disiapkan. Setelah belajar, pengurus PKBM membebaskan mereka kembali mengamen dan mengemis di jalan atau tinggal menetap di asrama.

Menurut Nurohim, cara tersebut cukup ampuh untuk mengurangi jumlah anak jalanan di sekitar Terminal Depok. Dia memastikan anak-anak jalanan yang dibina hingga lulus SMA tidak akan kem bali di jalanan. "Karena, setelah lulus, perkembangannya terus ka mi pantau."

PKBM BIM berdiri pada 2002. Awalnya, hanya menempati halam an Masjid Al Muttaqin dan mem bina hanya 30 anak jalanan. Empat tahun kemudian di daftarkan pada Dinas Sosial Kota Depok, menem pati bangunan di atas tanah wakaf.

Memiliki 15 bangunan kecil yang berserakan di antara petakpetak rumah warga, PKBM BIM didirikan dengan semangat mendidik anak-anak jalanan yang putus sekolah dan buta huruf.

Kini, tidak hanya anak jalanan, anak dari kalangan menengah ke bawah pun dapat belajar tanpa dipungut biaya.

Saat ini anak-anak yang dibina lebih dari dua ribu orang, sekitar 40 persen anak jalanan. Dari jum lah tersebut, 200 anak dibina di asrama, lainnya masih di rumah orang tua masing-masing. Mustami, salah seorang relawan PKBM BIM, menyadari tidak mudah membina anak-anak jalanan yang sudah terbiasa dengan kehidupan keras di jalanan. Mereka sudah tahan banting di jalanan.

Dia menuturkan, PKBM BIM tidak membina anak-anak jalanan seperti layaknya sekolah yang penuh aturan dan larangan. Mereka perlu diberi contoh. Beberapa shock theraphy dilakukan jika mereka sudah tidak bisa dikendalikan lagi. "Biasanya, mereka akan meng ajak teman-temannya sesama anak jalanan untuk tinggal di as rama. Ada saja anak yang tetap tidak terbiasa, tapi cukup banyak yang perilakunya menjadi lebih baik," ucapnya.

Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement