REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA--Rencana Pemprov untuk menerapkan pajak sebesar 10 persen terhadap restoran termasuk warteg masih perlu dikaji. Gubernur DKI Jakarta, Fauzi Bowo mengatakan masih belum menerima laporan dari pihak terkait. “Saya minta laporan secara terintegrasi dari Kepala Dinas Pelayanan Pajak dan Asisten Perekonomian,” katanya pada Jumat, (3/12).
Ia mengatakan, belum bisa menjelaskan kebijakan ini kepada publik. Foke mengaku sudah meminta agar laporannya secara terperinci, tidak hanya batasan besaran rupiah objek kena pajak. Menurutnya, kebijakan ini harus dilihat dampaknya di masyarakat. “Saya tidak akan mengambil keputusan yang tidak berpihak kepada orang kecil,” katanya.
Kepala Bidang Peraturan dan Penyuluhan Dinas Pelayanan Pajak Provinsi DKI Jakarta Arif Susilo mengatakan akan mempertimbangkan perubahan batas omzet usaha jasa boga. Dinas Pelayanan Pajak akan melakukan perumusan formula batasan omset yang baru sesuai pengkajian yang akan diserahkkan kepada Gubernur DKI Jakarta.
Nantinya hasil pengkajian ulang akan melahirkan angka batasan omset yang memihak kepada rakyat ekomoni lemah. “Tapi, pajak ini pasti akan diberlakukan kepada restoran seperti yang sudah dilakukan selama ini,” katanya.
Tetapi, kata Arif, DKI akan tetap menggali potensi pajak untuk jenis usaha jasa boga ini. Karena jenis usaha ini telah mendapat manfaat dengan melakukan kegiatan bisnis di DKI. Namun khusus untuk usaha jasaboga skala kecil ada kemungkinan pengecualian. Sedangkan indikator untuk menggolongkan usaha berdasarkan skala masih dalam pengkajian.
Pengurus Asosiasi Perusahaan Jasaboga Indonesia (APJI DKI) Mohamad Reza mengatakan, anggota yang masuk dalam asosiasinya dapat beromset minimal Rp 500 ribu perhari. Dengan batas objek pajak Rp 167 ribu perhari maka 90 persen dari anggotanya yang berjumlah 200 unit usaha akan terkena pajak restoran ini. "Usaha yang tergabung dengan kami adalah jenis katering dan kebanyakan dari mereka juga merambah ke usaha restoran, rumah makan, warung makan, dan kantin," kata Reza.
Sementara itu, Ketua Komisi Perekonomian Selama Nurdin mengatakan akan membahas ulang kebijakan ini. Selain itu Peraturan Daerah sifatnya tidak boleh memberatkan, mempersulit, dan kontra produktif terhadap investasi Jakarta. "Dewan akan meminta penundaan pelaksanan dan pemberian rekomendasi jumlah batsan omset yang lebih sesuai," katanya.
Hal serupa juga diungkapkan Wakil Ketua DPRD DKI Jakarta, Triwisaksana mengatakan besaran pajak warteg akan membebani para pedagangnya. Pihaknya sudah meminta keterangan Kepala Dinas Pelayanan Pajak untuk mendapatkan laporan sudah sejauh mana sosialisasi dilakukan kepada kalangan pemilik warteg.
Apalagi Perda tersebut sudah disahkan pada pertengahan 2010. “Pemda punya kewajiban untuk menyosialisasikannya,” katanya. Menurutnya, usulan awal dari Pemda adalah warteg dengan omzet
Rp30 juta per tahun, namun dinaikkan oleh DPRD menjadi 60 juta. Namun, nilai ini pun masih dirasa memberatkan pengusaha warteg.
Berdasarkan pengaduan dari Asosiasi pengusaha warung tegal, saat ini ada 20 ribu unit usaha warung tegal se-Jakarta. “Saya rasa sangat layak jika DPRD melakukan evaluasi atas Perda tersebut, sebelum pelaksanaannya 1 Januari mendatang”, tegasnya.