REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA--Lambatnya informasi tsunami di Kepulauan Mentawai salah satu faktornya adalah tidak adanya listrik di kepulauan tersebut. Sehingga informasi tsunami tidak bisa disampaikan ke penduduk yang ada di kepulauan.
''Bagaimana mereka mau mendapat informasi, listrik saja tidak ada. Listrik tidak menjangkau daerah tersebut hingga saat ini,'' ujar Direktur Pengurangan Risiko Bencana Badan Penanggulangan Bencana (BNPB), Sutopo Purwo Nugroho, saat temu media di Jakarta, Senin (1/11).
Sutopo memaparkan bahwa Badan Meteorologi Geofisikan dan Klimatologi (BMKG), sudah menduga akan teradi tsunami dari deteksi gempa yang terjadi. Dan pesan tersebut sudah dikirim ke Pemda Mentawai. Tapi karena alat komunikasi sangat terbatas, maka pesan tidak sampai ke masyarakat pesisir.
Sementara itu, dipaparkan juga salah satu alat pemantau tsunami di Kepulauan Mentawai rusak, sementara yang lainnya berfungsi tapi terlalu jauh dari Kepulauan Mentawai dan terhalang pulau sehingga deteksi tidak sampai.
Akibat tidak adanya listrik dan keterbatasan alat komunikasi, diakui juga oleh sutopo beberapa desa belum bisa dijangkau sampai saat ini. Sementara siklon tropis anggrek saat ini berada di utara Kepulauan Mentawai. Dan juga terjadi pertemuan antara juga antara angin dan panas laut yang menyebabkan badai yang menyebabkan gelombang tinggi dann angin sangat kencang dengan kecepatan 20 knot. ''sehingga tidak ada kapal maupun helikopter yang bisa menjangkau, ini karena cuaca di Mentawai saat ini mudah sekali berubah,'' tutur dia.
Terkait tsunami di Kepulauan Mentawai, BNPB menyediakan dana siap pakai sebesar Rp 1 miliar. Dana tersebut untuk operasional awal dalam masa tanggap darurat selama 14 hari sesudah bencana. Jika dana tersebut habis dan dinilai kurang, maka BNPB siap kembali mengucurkan dana. Sedangkan dana dari Pemerintah Sumatra Barat yang dikucurkan untuk bencana tersebut sebesar Rp 1,7 miliar.
Akibat sulitnya menjangkau daerah terdampak tsunami Mentawai, kata Sutopo, masa tanggap darurat bisa diperpanjang 14 hari lagi.
Sampai Senin (1/11) data BNPB mencatat 431 meninggal, 88 hilang, 271 luka berat, 142 luka ringan, dan 14.983 mengungsi. ''Sedangkan 20 warga negara asing ditemukan selamat,'' tutur dia.
Untuk infrastruktur dilaporkan 517 rumah rusak berat, 2004 rumah rusak ringan, delapan tempat ibadah rusak, lima sekolah dasar rusak, dan delapan kilometer jalan rusak.
Dipaparkan juga bahwa BNPB mencatat 150 kabupaten kota rawan tsunami mulai dari pantai barat Sumatra, pantai selatan Jawa, hingga Sulawesi. Sementara itu BNPB juga mencatat terdapat 13 jenis bencana di Indonesia. Di mana 175 kabupaten kota rawan tinggi, 150 kabupaten kota rawan sedang, dan 95 kabupaten kota rawan rendah.