Jumat 03 Dec 2010 02:08 WIB

Yogyakarta Diharapkan Tidak Perlu Referendum

Wakil Ketua MPR, Lukman Hakim Saifuddin
Wakil Ketua MPR, Lukman Hakim Saifuddin

REPUBLIKA.CO.ID, SEMARANG--Wakil Ketua MPR, Lukman Hakim Saifuddin, menilai bahwa Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) tidak memerlukan referendum, karena keinginan masyarakat setempat sudah sangat jelas terkait penentuan gubernurnya.

"Sebenarnya tak lagi diperlukan referendum untuk mengetahui kehendak masyarakat DIY tentang penentuan gubernurnya, karena wis cetho welo-welo, sudah amat gamblang bahwa mayoritas mereka ingin Sultan ditetapkan sebagai Gubernur," ujar Lukman kepada pers sebelum membuka diskusi terfokus mengenai empat pilar kehidupan bernegara di Kampus Universitas Diponegoro (Undip), Semarang, Kamis (2/12).

Menurut Lukman, selain membuang-buang energi, waktu dan biaya, referendum itu bisa jadi preseden yang dapat dibelokkan kemana-mana, serta mengancam keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Ia mengemukakan, sekali saja satu daerah diperkenankan untuk melakukan referendum tersebut, maka hal tersebut bisa membuka peluang bagi daerah-daerah lainnya menuntut hal yang sama.

Jadi, ia menambahkan, yang diperlukan saat ini terkait persoalan Yogyakarta hanyalah kearifan Presiden Yudhoyono saja, dan diharapkan ada kesejukan yang menunjukkan komitmen pemerintah atas keistimewaan DIY itu. Politisi Partai Persatuan Pembangunan (PPP) itu menyatakan, peta di DPR pun sebenarnya sudah sama dengan apa yang diinginkan masyarakat Yogyakarta, dan tinggal tersisa Fraksi Partai Demokrat (FPD) saja yang masih berbeda sikap.

"Di DPR semua fraksi sudah jelas sikapnya, dan hanya FPD saja yang masih berkeras. Lainnya menyuarakan keinginan yang sama dengan rakyat Yogya, yakni otomatis sultan menjadi gubernur setempat," ujarnya.

Berkaitan dengan topik diskusi di Undip, Lukman menjelaskan bahwa implementasi pemilihan kepala daerah (pilkada) secara langsung telah dijalankan dalam lima tahun terakhir. Ada banyak respon terkait implementasi itu dan MPR berinisiatif melakukan kajian yang lebih terfokus terkait model berdemokrasi itu bagi perbaikan dimasa mendatang.

Dijelaskannya bahwa pilkada langsung ini berangkat dari derivasi bahwa pilpres juga dipilih langsung serta adanya trauma masa lalu dimana pemilihan kepala daerah bersifat elitis dankadangkala tidak bisa dipertanggungjawabkan pula. "Melalui diskusi ini MPR berharap bisa dihasilkan satu rumusan yang solutif terkait pertanyaan apakah pemilihan langsung ini msih relevan dilanjutkan atau tidak," ujarnya.

sumber : antara
BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement