REPUBLIKA.CO.ID,YOGYAKARTA -- Wisatawan Jepang yang berkunjung ke Yogyakarta diprediksi menurun. Menyusul terjdinya bencana gempa dan tsunami yang meluluhlantakkan negeri Sakura tersebut beberapa waktu lalu.
Ketua Badan Promosi Pariwisata Kota Yogyakarta (BP2KY) Deddy Pranowo Eryono mengatakan, berdasarkan data setiap tahun jumlah kunjungan wisatawan Jepang ke Yogyakarta mencapai 85 ribu orang. Namun tahun ini jumlah tersebut nampaknya akan menurun drastis pasca bencana.
"Kita prediksikan akan berpengaruh pada kunjungan wisata ke Yogya, tetapi mudah-mudahan tidak signifikan karena Jepang merupakan penyumbang wisatawan terbesar keempat ke Yogyakarta," terangnya, Selasa (15/3).
Menurutnya, selama ini promosi wisata Yogyakarta yang dilakukan BP2KY hanya di dua kota besar di Jepang yaitu di Tokyo dan Hiroshima saja. Namun ke depan akan diperluas ke beberapa kota lain di Jepang terutama kota-kota yang tidak terdampak pada bencana gempa dan tsunami kemarin.
Dijelaskan Dedy, Jepang merupakan negara yang menduduki peringkat keempat atas kunjungan wisatawan terbanyak setelah Malaysia, Belanda dan Eropa Timur."Tujuan utama wisatawan Jepang berwisata ke Indonesia yakni heritage dan tempat-tempat bersejarah seperti kawasan Malioboro, Kraton, Tamansari dan sebagainya. Wisatawan Jepang juga termasuk paling banyak membelanjakan uang di Yogyakarta," tegasnya.
Terkait lama tinggal wisatawan Jepang di Yogya, Dedy menambahkan rata-rata berkisar antara dua hingga enam hari
Sementara itu ketua asosiasi biro perjalanan wisata (Asita) DIY, Edwin Ismedi Himna, berpendapat bahwa bencana gempa bumi dan tsunami di Negeri Sakura itu terjadi pada bulan Maret yang berarti bukan golden week bagi wisatawan Jepang di DIY. "Saat ini bukan golden week kunjungan wisatawan mancanegara asal Jepang, sehingga bencana itu tak berpengaruh secara signifikan terhadap program yang telah dirancang anggota Asita," tegasnya.
Selain bukan masa-masa kunjungan puncak bagi wisatawan mancanegara (wisman) asal Jepang, kebanyakan yang berkunjung ke Yogyakarta selama ini berasal dari kota-kota besar, seperti Tokyo dan Kyoto, yang tidak terkena akibat bencana secara parah. "Sehingga, bencana itu bagi Yogyakarta maupun bagi anggota Asita di DIY belum berdampak signifikan," tegas Edwin.
Masa-masa puncak kunjungan turis asal Jepang ke Yogyakarta, terangnya, biasanya pada bulan Mei hingga Juni. "Belum ada dampak yang signifikan sehingga anggota Asita juga masih tenang-tenang," tandasnya.