REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA--Wacana pembebasan pajak bagi film dalam negeri masih menjadi perbincangan Kementerian Kebudayaan dan Pariwisata. Kendati demikian, Menteri Kebudayaan dan Pariwisata, Jero Wacik mengaku pihaknya membuka kemungkinan untuk membebaskan film dalam negeri dari pajak.
"Kami segera merapikan dengan bersama menteri keuangan agar film import pajaknya tinggi dan film dalam negeri tidak kena pajak," ungkap dia saat jumpa pers akhir tahun 2010 di Jakarta, Kamis (30/12).
Jero mengatakan kondisi saat ini memang pajak film import terlalu murah hanya berkisar Rp 50 juta untuk setiap filmnya. Sementara pajak film dalam negeri besarannya mencapai 10 persen dari total biaya produksi. Jika ongkos produksi film Rp 5 miliar maka pajaknya mencapai Rp 500 juta.
Di sisi lain, Jero juga memaparkan bahwa pertumbuhan film di Indonesia saat ini sudah membaik. Sepanjang 2010 saja misalnya, film yang diproduksi sebanyak 100. Ia menegaskan, upaya menghapus pajak bagi film dalam negeri inipun diupayakan untuk lebih mendorong industri film di Indonesia.
Tapi, ia menekankan, bahwa upaya untuk mendorong perkembangan film Indonesia juga harus diiringi oleh mutu yang baik untuk membangun karakter. "Jika ada yang sudah keluar dari rel maka akan dipotong oleh Lembaga sensor Film," tutur dia.
Sementara Ketua LSF Muchlis Paeni memaparkan bahwa 2011 mendatang akan mengundang produser film di seluruh Indonesia terkait produksi film yang membangun karakter bangsa. "Kita akan bicarakan bagaimana membuat judul yang santun dan gambar yang sedap dipandang mata," tutur dia.
Tapi Muchlis mengatakan bahwa LSF tidak boleh terlalu mendoktrin para produser dalam memproduksi film. "Tapi memberikan keleluasaan yang sesuai dengan harkat dan martabat Indonesia," kata dia.