REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD) Fahira Idris mengatakan, maraknya kasus kekerasan seksual terhadap anak disebabkan sebagian besar masyarakat belum memandang kekerasan terhadap anak sebagai kejahatan luar biasa. Padahal, dalam Undang-undang Perlindungan Anak tahun 2002, pelaku kekerasan terhadap anak terancam hingga 15 tahun penjara.
Selain itu, konten pornografi dilarang dengan Undang-Undang Nomor 44 tahun 2008 dan untuk penyebarannya diatur Undang-Undang Nomor 11 tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE). "Ancamannya juga tidak main-main, yaitu enam tahun penjara," kata Fahira dalam rilisnya yang diterima Republika, Selasa (9/6).
Walau sudah ada regulasinya, tambah Fahira, kekerasan seksual terhadap anak dengan berbagai cara termasuk lewat internet meningkat tiap tahun. Karena itu, perlu ada blu perint perlindungan anak untuk merevolusi mental masyarakat bahwa kekerasan terhadap anak, terutama fisik dan seksual adalah kejahatan luar biasa.
“Blue print perlu untuk menangkal berbagai bentuk kekerasan seksual terhadap anak yang sekarang semakin canggih dan sebagai panduan bagaimana menggerakkan semua elemen untuk bergerak bersama memerangi kekerasan seksual terhadap anak,” kata Fahira.