REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA—Impor pangan kerap dilakukan saat persediaan dalam negeri dinilai kurang mencukupi. Anggota Komite II Dewan Perwakilan Daerah (DPD) Republik Indonesia (RI) Anang Prihantoro mengatakan, kebijakan yang tidak sesuai dengan swasembada pangan itu harus dibedah.
“Seluruh penyebab serta tendesi setiap pihak yang terkait impor harus transparan,” katanya kepada Republika usai Dialog Kenegaraan dengan tema "Bisakah Kenaikan Harga Jelang Puasa dan Hari Raya dikendalika" di Coffe Corner DPD RI, kompleks Senayan, Jakarta Pusat pada Rabu (17/6).
Ia menyadari, kebijakan impor memang sangat berpotensi dipengaruhi oleh insentif dari importir kepada pihak-pihak yang terkait. Bisa jadi, lanjutnya, kebijakan impor bukan mutlak karena keterbatasan persediaan pangan namun karena ada insentif-insentif tersediri yang diiming-imingkan kepada pihak terkait.
Jangankan di pemerintah pusat, di pemerintah daerah sendiri ia seringkali mendapati Kepala Daerah yang mengharap iming-iming.
Menurutnya, banyak Kepala Daerah yang yang memilki pola pikir “Saya dapat berapa”.
Berangkat dari kenyataan tersebut, ia berharap agar setiap kebijakan dapat dibedah secara transparan, termasuk kebijakan yang terkait dengan impor pangan. “Negara ini benar-benar membutuhkan langkah revolusi mental,” ujar Anang.