REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Walau secara resmi pemerintah sudah menghentikan pengiriman tenaga kerja Indonesia (TKI) informal ke 21 negara di Timur Tengah (Timteng), tetapi Komite III Dewan Perwakilan Daerah (DPD) saat melakukan kunjungan kerja ke Abu Dhabi awal Juni lalu, masih menemukan adanya pengiriman Tenaga Kerja Wanita (TKW) informal.
Bahkan diindikasikan kuat para TKW informal ini adalah korban perdagangan orang karena berdasarkan informasikan, terdapat 200 TKW informal yang datang ke Abu Dhabi siap diperjualbelikan. “Laporan dari Minister Counselor KBRI Abu Dhabi Wisnu Suryo Hutomo, satu orang TKW informal dijual dengan harga sekitar Rp 80 juta per orang oleh PJTKI dan agennya kepada pembeli (majikan) yang ada di Abu Dhabi,” ujar Wakil Ketua Komite III DPD Fahira Idris di kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, kemarin.
Menurut Fahira, praktik perdagangan orang dengan modus pengiriman TKW informal atau sebagai pembantu rumah tangga sudah jamak terjadi dan sudah menjadi bisnis. Dengan adanya penghentian pengiriman TKI informal ke-21 negara Timteng termasuk Uni Emirat Arab, artinya seluruh praktik tersebut sudah melanggar hukum dan sudah bisa dikategorikan tindak pidana human trafficking (perdagangan orang).
“Komite III DPD akan meminta Menaker (menteri tenaga kerja) dan Pori untuk menindaklanjuti temuan ini. Ini persoalan serius. Perdagangan manusia itu musuh perabadan, kejahatan kemanusian dan masuk dalam ketegori kejahatan luar biasa. Saya minta siapa saja yang masih berani mengirim TKI informal ke Timteng ditangkap,” ujar senator asal Jakarta tersebut.
Fahira mengatakan, jika di hulunya yaitu saat proses rekruitmen TKI informal di Indonesia yang akan dikirim ke Timteng sindikatnya bisa dibongkar maka praktik perdagangan orang berkedok pengiriman TKI Informal bisa dicegah.
Selain itu, Fahira juga mempertanyakan sejauh mana sosialisasi yang diberikan Manaker dan Kepala BNP2TKI kepada PJTKI dan calon TKI Informal bahwa saat ini praktik pengiriman TKI Informal ke 21 negara Timteng masuk dalam kategori perdagangan orang.
“Jika negara sudah melarang dan ada yang berani melanggar ini namanya melecehkan hukum kita. Dibalik ini pasti ada mafia perdagangan orang. Negara tidak boleh kalah,” tegas aktivis perempuan itu.
Menurut laporan KBRI, lanjut Fahira, saat ini, setiap bulannya tidak kurang dari 200 TKW Informal bermasalah ditampung dan ditangani oleh KBRI Abu Dhabi. Kebanyakan dari mereka mengalami berbagai pemasalahan mulai dari disiksa majikan, gaji yang tidak dibayar, tindak kekerasan seksual, dan bentuk eksploitasi lainnya.
“Saya apresiasi kerja KBRI di Abu Dhabi yang yang sangat proaktif dan punya semangat tinggi untuk menghentikan praktik-praktik perdangan orang berkedok pengiriman TKW Informal ke Uni Emirat Arab, terutama ke Abu Dhabi,” papar Fahira.
Pada Mei 2015 lalu, pemerintah Indonesia secara resmi menghentikan penempatan TKI informal di 21 negara di Timteng. Ke-21 negara itu adalah Aljazair, Arab Saudi, Bahrain, Irak, Iran, Kuwait, Lebanon, Libya, Maroko, Mauritania, Mesir, Oman, Pakistan, Palestina, Qatar, Sudan Selatan, Suriah, Tunisia, UEA, Yaman, dan Yordania.