Sunday, 10 Sya'ban 1446 / 09 February 2025

Sunday, 10 Sya'ban 1446 / 09 February 2025

HUT ke 488, Jakarta Ditantang Lebih Ramah Anak dan Perempuan

Senin 22 Jun 2015 17:10 WIB

Red: Dwi Murdaningsih

HUT Jakarta

HUT Jakarta

Foto: Republika/Prayogi

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Hari ini, Senin (22/6) Kota  Jakarta menapaki usia ke 488 tahun. Senator Asal Jakarta Fahira Idris mengatakan sebagai Ibu Kota Negara dan pusat segala macam aktivitas mulai dari pemerintahan, Jakarta menjadi kota kebanggaan rakyat Indonesia dan sudah ditasbihkan menjadi salah satu kota terbesar di dunia.

Seperti kota-kota besar lainnya, Jakarta juga dirundung berbagai persoalan mulai dari macet, banjir, urbanisasi termasuk persoalan-persoalan sosial, salah satunya terkait perempuan dan anak. Fahira mengatakan salah satu tantangan terbesar Jakarta di usia ke 488 tahun ini adalah bisa berpredikat sebagai kota layak anak dan ramah terhadap perempuan.

"Memang ini bukan pekerjaan mudah, perlu proses, perencanaan yang matang, eksekusi yang tepat, dan tentunya waktu yang tidak singkat. Makanya, harus dimulai dari sekarang,” ujar Fahira, di sela-sela kunjungan kerja di Jayapura, Papua (22/6).

Dia mengatakan sangat banyak syarat-syarat yang harus dipenuhi sebuah kota jika ingin berpredikat layak anak dan ramah terhadap perempuan. Mulai dari infrastruktur fisik termasuk fasilitas publik, regulasi, keberpihakan anggaran, sumberdaya manusia, hingga keterlibatan masyarakat.

Menurutnya, anak-anaknya harus dilibatkan dalam perencanaan kota dan lingkungan tempat dia tinggal. Tapi selama ini, tidak pernah rapat RT/RW yang melibatkan anak-anak, apalagi di tingkat nasional. Senada dengan Kota Layak Anak, menjadi Kota Ramah Perempuan juga butuh keseriusan, tidak hanya dari pemerintah kota tetapi juga dari masyarakat. Kota layak perempuan bisa dimulai dari hal yang kecil.

Fahira mencontohkan dari ketersediaan fasilitas umum yang lebih ramah terhadap perempuan. Misalnya, ketersediaan toilet perempuan yang lebih luas dibandingkan toilet laki-laki.

“Tapi sangat jarang ada toilet seperti ini. Atau berapa banyak mall dan kantor di Jakarta yang punya lift tembus pandang. Kebanyakan tertutup, dan ini rentan terjadinya tindak kejahatan kepada perempuan. Kasus yang baru ini terjadi, di mana seorang karyawan yang diperkosa oleh supir angkot juga menjadi cermin bahwa begitu tidak ramahnya menajemen angkutan umum di Jakarta terhadap perempuan,” ungkap Wakil Ketua Komite III DPD RI ini.

  • Komentar 0

Dapatkan Update Berita Republika

BERITA LAINNYA

 
 
 
Terpopuler