REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komite IV DPD meminta pemerintah meninjau ulang Rencana Pembangunan Kereta Cepat Jakarta-Bandung dari segi efektivitas dan kemanfaatan program. Hal tersebut merupakan salah satu hasil rapat kerja Komite IV DPD bersama Kementerian Keuangan dan Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/Bappenas hari ini.
Ketua Komite IV Ajiep Padindang mengatakan, pemerintah seharusnya memaksimalkan pembangunan kereta biasa terlebih dahulu. Apalagi masih ada kereta api Sumatera, Sulawesi, Kalimantan, Papua yang juga harus didorong pembangunannya.
"Kami di Komite IV tidak setuju program ini dijalankan. Kan tidak harus kereta api cepat, kereta api biasa dulu aja yang diforsir dulu," kata Ajiep di kompleks parlemen, Jakarta, Senin (7/9).
Komite IV juga mempertanyakan penggunaan anggaran program. Ajiep mengatakan, meski presiden Jokowi sudah menyatakan bahwa program tersebut tidak menggunakan APBN, namun BUMN yang melakukan konsorsium dengan perusahaan asing tersebut pasti tetap mendapatkan modal dari pemerintah.
"BUMN ini modal darimana. BUMN kan dari pemerintah juga. Jadi, sama saja, diberikan modal pada BUMN, BUMN yang konsorsium dengan swasta. Apa bedanya. Itu yang disesalkan," ujar Senator asal Sulawesi Selatan itu.
Ketidakjelasan status proyek pembangunan kereta api cepat tersebut juga menjadi salah satu alasan ketidaksetujuan Komite IV. Bahkan, Ajiep menyebut, mega proyek tersebut sarat kepentingan beberapa pihak yang ingin mencari keuntungan.
"Kereta cepat Jakarta-Bandung apakah masuk ke dalam RPJMN atau masuk rencana kerja? Artinya, pembangunan kereta cepat itu tidak masuk rencana strategis pemerintah. Itu seakan ada kepentingan di baliknya," ujarnya.
Dia mencurigai ada pihak-pihak tertentu yang mencari untung di balik transaksi Rp 60-70 triliun itu. Ia pun menyebut adanya kemungkinan keterlibatan oknum pemerintah dalam konflik kepentingan pada proyek tersebut.
"Tidak mungkin pihak luar bisa memasukkan gagasannya sampai masuk di nota keuangan tentang kereta cepat kalau nggak ada hubugan dengan orang dalam, apakah Kementerian Bappenas, Kemenkeu atau Kemenhub karena terkait kereta api," kata Ajiep.