REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- DPD menyayangkan beredarnya kabar bahwa Gereja Injili Di Indonesia (GIDI) mengajukan syarat pembebasan dua tersangka kerusuhan di Tolikara saat Idul Fitri. Pembebasan ini dimaksudkan agar masyarakat di Tolikara tidak berbuat anarki saat pelaksanaan Hari Raya Idul Adha tahun ini. Wakil Ketua Komite III DPD Fahira Idris mengatakan ancaman ini dianggap sebagai tindakan melawan hukum dan tidak menghargai wibawa pemerintah.
“Tidak ada tawar menawar. Idul Adha di Tolikara harus aman. Tidak ada satupun kelompok orang di Indonesia yang bisa seenaknya mengatur-mengatur hukum sesuai keinginannya, apalagi mengancam kebebasan beragama yang dijamin konstitusi. Pemerintah tidak boleh lagi kecolongan seperti Idul Fitri lalu,” ujar Fahira, Rabu (8/9).
Fahira mengungkapkan, pengurus GIDI yang juga merupakan tokoh-tokoh masyarakat Tolikara seharusnya mengeluarkan pernyataan-pernyataan yang menyejukkan warga Tolikara. Bukan malah menyebarkan rasa ketakutan dan kecemasan. Mereka harus mampu memberikan pemahaman bahwa peristiwa yang terjadi di Tolikara pada saat Idul Fitri harus diselesaikan lewat jalur hukum. Terlebih sejumlah pengurus GIDI sudah diundang ke Istana berdialog dengan Presiden dan diberi arahan agar antarsesama pemuka agama menjaga perdamaian di Tolikara.
“Ancaman bahwa akan ada keributan saat Idul Adha harus disikapi serius. Apalagi pemerintah sudah menolak untuk membebaskan tersangka kerusuhan Tolikara. Harus ada upaya preventif sehingga perayaan Idul Adha di Tolikara tidak hanya aman tetapi juga jauh dari rasa ketakutan,” ungkap Senator Asal Jakarta ini.