REPUBLIKA.CO.ID JAKARTA -- Kementerian Perdagangan (Kemendag) berencana untuk melakukan pelonggaran atau relaksasi peredaran minuman keras (miras). Hal itu pun menimbulkan keprihatinan tersendiri bagi beberapa pihak, termasuk Dewan Perwakilan Daerah (DPD) RI.
Wakil Ketua Komite III DPD RI Fahira Idris mengatakan, harusnya saat ini, Kemendag fokus kepada tindakan pelanggaran yang masih banyak dilakukan supermarket, bar, dan restoran, serta di lokasi-lokasi wisata. Karena saat ini sebagian dari tempat itu masih menjual miras kepada siapa saja tanpa memeriksa identitas pembeli.
“Apa jadinya kalau aturan pelonggaran ini benar-benar direalisasikan," ucapnya kepada Republika, Jumat (18/9). Dengan adanya relaksasi itu, lanjut Senator dari DKI Jakarta tersebut, maka akan semakin banyak tempat-tempat penjualan miras.
Hal itu juga akan berdampak pada akan semakin banyak pelanggaran menjual miras kepada anak di bawah umur. "Ini harus benar-benar diperhatikan. Kita tahu, bagaimana kapasitas pengawasan di daerah-daerah terkait miras sangat lemah,” ujar Fahira.
Menurutnya, hal ini harus jadi perhatian dari Presiden. Sudah cukup banyak kegaduhan yang terjadi belakangan ini. Ia berharap agar jangan ditambah lagi dengan kegaduhan baru dengan mengeluarkan kebijakan yang tidak bermanfaat bagi rakyat banyak.
Ia juga mengatakan, sebelum sebuah peraturan atau kebijakan dikeluarkan harus memenuhi aspek filosofis, yuridis, dan sosiologis. Dirinya mempertanyakan apakah sudah ada kajian dari Kemendag ataupun Kemenko Perekonomian bahwa dengan dilonggarkannya aturan miras, ekonomi akan membaik.
Atau, lanjut dia, apakah pemerintah sudah mengkaji secara sosiologis dampak sosial yang akan ditanggung masyarakat dari kebijakan pelonggaran aturan miras ini.