Selasa 06 Oct 2015 17:52 WIB

DPD Bahas Pengelolaan Perbatasan di Kalimantan Barat

Rep: c14/ Red: Dwi Murdaningsih
Indonesia Malaysia
Indonesia Malaysia

REPUBLIKA.CO.ID, PONTIANAK -- Sejumlah anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD) RI melakukan kunjungan kerja ke Pontianak, Kalimantan Barat, Selasa (6/10). Diketuai anggota DPD asal Bali Gede Pasek Suardika, mereka terdiri atas Rijal Sirait, Syafrudin Atasoge, Eni Sumarni, Robiatul Adawiyah, dan Abdul Qodir Hartono.

Mewakili Gubernur dan Wakil Gubernur Kalimantan Barat, Asisten I Pemprov Kalbar Sumarno menerima kedatangan rombongan. Kunjungan ini dimaksudkan untuk menginventaris sejumlah persoalan langsung dari masyarakat Kalimantan Barat.

Khususnya, terkait materi RUU tentang Perubahan UU Nomor 43 Tahun 2008 tentang Wilayah Negara. Menurut Gede Pasek, isu yang kontekstual untuk provinsi ini, yakni masalah perbatasan negara.

Seperti diketahui, Provinsi Kalimantan Barat berbatasan langsung dengan Malaysia di sebelah utara. Sejumlah tim lain dari para anggota DPD juga tengah ke Maluku Utara, Kepulauan Riau, dan Papua. Juga dalam menginventaris soal masyarakat Indonesia di perbatasan.

Berdasarkan diskusi selama dua jam, Gede menuturkan, terungkap cukup banyak persoalan dalam hal pengelolaan perbatasan. Dia menegaskan, ada kesepahaman pikiran antara DPD dan Pemprov. Sehingga, aspirasi rakyat Kalimantan Barat akan dibawa sebagai bahan pembahasan di proses legislasi di Senayan.

"Sebenarnya DPD menginginkan penguatan. Dan tadi hampir sama dengan ide DPD agar pengelolaan perbatasan diatur dalam bentuk UU secara khusus," tegas Gede Pasek Suardika di Kantor Gubernur Kalimantan Barat, Selasa (6/10).

Terkait perbatasan, pemerintah pusat sebenarnya sudah mendirikan Badan Nasional Pengelola Perbatasan (BNPP), sebagai amanat UU Nomor 43/2008. Namun, menurut Gede, efektivitas badan tersebut hampir tak terasa bagi provinsi-provinsi di perbatasan. Hal yang juga dikemukakan sendiri oleh Pemprov Kalimantan Barat.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Yuk Ngaji Hari Ini
وَمَا تَفَرَّقُوْٓا اِلَّا مِنْۢ بَعْدِ مَا جَاۤءَهُمُ الْعِلْمُ بَغْيًاۢ بَيْنَهُمْۗ وَلَوْلَا كَلِمَةٌ سَبَقَتْ مِنْ رَّبِّكَ اِلٰٓى اَجَلٍ مُّسَمًّى لَّقُضِيَ بَيْنَهُمْۗ وَاِنَّ الَّذِيْنَ اُوْرِثُوا الْكِتٰبَ مِنْۢ بَعْدِهِمْ لَفِيْ شَكٍّ مِّنْهُ مُرِيْبٍ
Dan mereka (Ahli Kitab) tidak berpecah belah kecuali setelah datang kepada mereka ilmu (kebenaran yang disampaikan oleh para nabi) karena kedengkian antara sesama mereka. Jika tidaklah karena suatu ketetapan yang telah ada dahulunya dari Tuhanmu (untuk menangguhkan azab) sampai batas waktu yang ditentukan, pastilah hukuman bagi mereka telah dilaksanakan. Dan sesungguhnya orang-orang yang mewarisi Kitab (Taurat dan Injil) setelah mereka (pada zaman Muhammad), benar-benar berada dalam keraguan yang mendalam tentang Kitab (Al-Qur'an) itu.

(QS. Asy-Syura ayat 14)

Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement