REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Banyak hal perlu dibenahi agar Indonesia bisa menjadi negara maju. Wakil Ketua Komite III DPD Fahira Idris menyebut salah satu yang perlu dilakukan adalah memperbaiki minat baca. Menurut Fahira, selain soal anggaran, sistem belajar mengajar, kompetensi guru, infrastruktur, dan pemanfaatan teknologi, rendahnya minat baca sangat berpengaruh terhadap kualitas pendidikan Indonesia.
Dia menuturkan negara dengan minat baca rendah dapat dipastikan juga memiliki kualitas pendidikan yang rendah juga. Merujuk pada hasil survei UNESCO pada 2011, indeks tingkat membaca masyarakat Indonesia hanya 0,001 persen. Artinya, hanya ada satu orang dari 1000 penduduk yang masih ‘mau’ membaca buku secara serius.
Menurut Fahira, ada kaitan erat antara minat baca dengan kualitas pendidikan. Di Indonesia, rendahnya minat baca karena masyarakat kesulitan dalam memperoleh dan memanfaatkan buku secara mudah dan tanpa diskriminasi. "Ini karena sistem perbukuan di Indonesia belum berkembang secara memadai baik secara budaya, politik, ekonomi, maupun hukum. Kalau kondisi ini terus berlangsung, sulit bagi kita jadi negara maju,” kata Fahira.
Sebenarnya, Cina dan India juga memiliki persoalan pendidikan yang sama dengan Indonesia. Namun, negara tersebut mampu meretas luasnya cakupan wilayah negara dan masih belum sempurnanya kualitas pendidikan. Distribusi guru yang belum merata dan mumpuni 'dibayar' dengan penyediaan buku murah dalam jumlah banyak sehingga kesempatan memperoleh pendidikan dan pengetahuan semakin merata di kedua negeri itu.
“Ini yang belum terjadi di Indonesia. Harusnya sistem pendidikan kita yang belum baik ini, bisa ditutupi dengan penyediaan buku murah dan merata. Buku bisa menjadi cahaya terang yang dapat menerangi kekurangan sistem pendidikan kita,” kata Fahira.
Fahira mengatakan meski Indonesia adalah negara dengan populasi terbesar keempat di dunia dan salah satu negara terluas di dunia tidak diikuti dengan pertumbuhan dan penyebaran buku yang baik. Jumlah produksi buku nasional yang diterbitkan rata-rata per tahun hanya sekitar 6.000 judul.
Jumlah tersebut sangat timpang. Mayoritas buku masih beredar di Pulau Jawa. Dia yakin jika Indonesia sudah memiliki sistem perbukuan, salah satu dampaknya akan menumbuhkan semangat literasi. Sebab, buku tidak lagi menjadi ‘barang mewah’ yang terpampang di toko mentereng di mall-mall kota besar tetapi juga di desa-desa.