REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kementrian dalam negeri diminta bisa menyelesaikan pengelolaan kehutanan di Indonesia. DPD RI menilai implementasi UU No. 23 Tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah khususnya yang terkait dengan pengelolaan hutan, perkebunan dan SDA terjadi tumpang tindih jika ditinjau dari aspek kewenangan antara Pemerintah Kabupaten/Kota dan Pemerintah Provinsi.
Hal tersebut terungkap dalam Rapat Dengar Pendapat Komite I DPD RI dengan Pemerintah Provinsi Kalimantan Timur yang diwakili oleh Kepala Dinas Kehutanan Provinsi Kaltim Wahyu Widhi Heranata, Rabu (1/6). Ketua Komite I DPD RI, Ahmad Muqowam menilai perlu dicarikan solusi bersama dengan pemerintah pusat dalam hal ini Kementerian Dalam Negeri.
“Sebagai contoh hadirnya UU Pemda membuat kewenangan yang dulunya dipegang pemerintah kabupaten/kota beralih ke provinsi, sehingga permasalahan kehutanan menjadi tidak strategis, karena regulasi dengan keadaan di lapangan menimbulkan banyak problematika,” ujarnya.
Sementara itu, asal Kalimantan Timur Muhammad Idris Senator menyoroti persoalan besar di Kalimantan Timur yakni kerusakan lingkungan dan hutan yang diakibatkan oleh perusahaan-perusahaan tambang disana.
“Pengelolaan lingkungan tidak seperti yang diharapkan, pendapatan daerah yang besar untuk pengelolaan tersebut kembali ke pemerintah melalui Kementrian Keuangan bukan kembali ke daerah untuk merehabilitasi kembali lingkungan hidup yang rusak,” kata Idris.
Kepala Dinas Kehutanan Provinsi Kaltim, Wahyu Widhi Heranata sepakat bahwa terdapat kerancuan dalam UU Nomor 23 Tahun 2014 terkait kewenangan pengelolaan hutan.
"Pada sektor kehutanan hadirnya UU tersebut membuat kewenangan beralih ke provinsi, padahal pada tingkat pelaksana pengelola yaitu adanya Kesatuan Pengelolaan Hutan (KPH) untuk memperpendek rentang kendali pengelolaan hutan tersebar di seluruh kabupaten kota,” kata Wahyu.
Ia mengakui pengelolaan kehutanan kebijakan pengelolaan hutan ada di KPH, sementara Dinas Kehutanan hanya berfungsi sebagai administrasi.