REPUBLIKA.CO.ID, SURABAYA -- Ketua Komite I DPD RI Akhmad Muqowam menilai persoalan reforma agraria perlu diperkuat dengan payung hukum dan regulasi yang jelas. DPD RI mencatat setidaknya ada empat kendala dalam pelaksanaan reforma agraria. Pertama, sulitnya keterukuran antara rencana dan implementasi sehingga sulit untuk mewujudkan rencana yang tepat sasaran. Kedua, terkait validitas data yang belum terintegrasi, terutama data dari kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional, Kementerian Pertanian dan Kementrian Kehutanan.
“Kendala ketiga adalah rekam jejak keberpihakan para pemangku kepentingan terhadap gerakan reforma agraria dan kendala terakhir, belum populernya isu reforma agraria di institusi pendidikan tinggi menyebabkan minimnya kajian ilmiah maupun ahli-ahli reforma agraria di Indonesia,” kata dia, dalam kunjungan kerja Komite I DPD RI ke Surabaya, Jawa Timur dalam rangka pengawasan atas pelaksanaan reforma agraria khususnya terkait redistribusi lahan dan legalisasi asset, Rabu, (18/10).
Kunjungan ini dalam rangka menginventarisasi setiap persoalan reforma agraria yang terjadi di Jawa Timur,. Senator asal Jawa Timur, Abdul Qadir A. Hartono mengatakan terdapat beberapa isu strategis yang dibahas dalam kunjungan kerja kali ini antara lain realitas ketersediaan lahan/tanah obyek reforma agraria dengan pendataan tanahnya. Strategi yang tepat untuk redistribusi lahan/tanah, penataan penguasaan dan pemilikan tanah obyek reforma agraria sebagai upaya menciptakan keadilan dan kepastian hukum atas tanah obyek reforma agraria.
“Selain itu, juga dbutuhkan strategi yang tepat untuk redistribusi lahan/tanah, penataan penguasaan dan pemilikan tanah obyek reforma agraria sebagai upaya menciptakan keadilan dan kepastian hukum atas tanah obyek reforma agraria,” ujar dia.
Menurut senator asal DIY, Hafid Asrom isu lain yang cukup mengemuka adalah perlunya evaluasi berbagai hak atas tanah yang telah melekat pada berbagai institusi (Perhutani, PTPN dan swasta) dan masalah kelembagaan yang mengimplementasikan serta penguatan kerangka regulasi.
“BPN dan institusi lainnya perlu memberi perhatian yang lebih besar terkait masalah pertanahan,” ujarnya.
Sementara terkait dengan pemberdayaan masyarakat, senator asal Kalimantan Tengah, Muhammad Mawardi mengatakan perlunya pemberdayaan masyarakat dalam penggunaan, pemanfaatan dan produksi atas tanah obyek reforma agrarian. Selain itu, perlunya pengalokasian sumber daya hutan untuk dikelola oleh rakyat.
“Tak hanya itu, harus dipikirkan juga bagaimana legalisasi asset bisa mengakomodasi hak-hak kolektif/komunal, jika dilakukan maka akan terdata secara spesifik mengenai kepemilikan tanah, ” kata dia.