REPUBLIKA.CO.ID, LAMPUNG -- Setelah 73 tahun kemerdekaan Indonesia, masalah utama dalam pembangunan adalah masih tingginya tingkat kesenjangan, baik kesenjangan antar daerah, maupun antar desa-kota. Oleh karena itu, berangkat dari upaya untuk lebih mendorong tingkat pemerataan pembangunan di daerah, maka Dewan Perwakilan Daerah (DPD) menginisiasi lahirnya RUU Pemerataan Pembangunan Daerah.
Ketua Komite I DPD, Benny Rhamdani, menegaskan perlu keberpihakan pemerintah untuk lebih memakmurkan rakyat di daerah melalui payung undang-undang, karena regulasi selama ini belum cukup mampu mengatasi kebijakan pembangunan selama ini. Meskipun DPD memberikan apresiasi atas menurunnya tingkat ketimpangan pembangunan yang dilakukan pemerintah, melalui indikator IPM (Indeks Pembangunan Manusia) dan Indeks Koefisien Gini, namun hal tersebut belum mencukupi.
“Kita mengapresiasi upaya kebijakan pemerintah Jokowi dengan menggeser paradigma pembangunan yang semua 'Jawa Centris' menjadi 'Indonesia Centris', dengan mengedepannya pembangunan Indonesia dari perbatasan dan pinggiran,” ungkapnya seperti dalam siaran persnya, Selasa (2/10).
Namun demikian, upaya-upaya pemerintah tersebut belum cukup dan perlu adanya kepastian dan keberlanjutan kebijakan pemerintah. Terutama dalam mengatasi kemiskinan dan kesenjangan, khususnya ketimpangan antar daerah.
“DPD menginiasi lahirnya 'trisula RUU' yang berpihak pada daerah, di mana sebelum RUU Pemerataan Pembangunan Daerah ini, DPD juga sebelumnya telah menginisasi lahirnya RUU Pengelolaan Perbatasan dan RUU Daerah Kepulauan,” tandas anggota DPD dari Dapil Sulawesi Utara tersebut.
Perwakilan DPD RI dari Provinsi Lampung, Dr Andi Surya, menguatkan pendapat Ketua Komite I DPD RI. Bahwa dipilihnya Provinsi Riau sebagai salah satu wilayah untuk melakukan uji sahih RUU Pemerataan Pembangunan Daerah sudah sangat tepat.
“Lampung memiliki posisi strategis sebagai gerbang pintu masuk pulau Sumatera dan juga replika keragaman republik Indonesia, karena banyaknya suku di provinsi ujung selatan Sumatera ini,” tambah Dr Andi Surya.
Salah satu tim ahli RUU Pemerataan Pembangunan Daerah, I Made Suwandi, secara substansi RUU tersebut sangat positif bagi daerah. Sebab menjadi guidance daerah dalam melahirkan berbagai kebijakan untuk mengakselerasi pemerataan pembangunan.
“Saya rasa, masukan dari akademisi dalam forum uji sahih di Universitas Mitra Indonesia ini akan memperkaya substansi RUU yang telah disusun oleh Tim Ahli Komite I ini,” ungkap mantan Dirjen PUM, Kementerian Dalam Negeri ini.
Dalam sambutan, Rektor Universitas Mitra Indonesia, yang diwakili oleh Wakil Rektor I, Zamahsjari Sahli, menyatakan forum uji sahih ini sangat penting sebagai perguruan tinggi, selain sebagai wujud nyata dalam implementasi tridarma perguruan tinggi dan media pengabdian masyarakat.
"Bagi dosen atau peneliti yang memiliki concern terhadap kebijakan pembangunan dapat menelaah lebih lanjut RUU yang diinisasi DPD ini,” ungkap Wakil Rektor tersebut.
Sambutan tertulis Gubernur Lampung yang dibacakan oleh Plt Asisten Bidang Ekonomi dan Pembangunan, Taufik Hidayat, Provinsi Lampung secara prinsip menyatakan bahwa event seperti ini penting dan DPD membuktikan keberpihakan kepada daerah dengan mendorong lahirnya RUU Pemerataaan Daerah. Sebab pemerataan pembangunan harus menjadi arus utama (mainstream) pembangunan, mengingat pembangunan sekarang ini masih terkonsentrasi di pulau Jawa. Lampung sebagai gerbang pulau Sumatra memiliki peran strategis dalam upaya untuk meningkatkan pembangunan di Indonesia.
Uji sahih RUU Pemerataan Pembangunan Daerah dihadiri oleh segenap civitas akademika Universitas Mitra Indonesia, para peneliti dan dosen serta dinas terkait. Anggota DPD yang turut hadir dalam uji sahih antara lain Dr Andi Surya, anggota DPD dari Provinsi Lampung, Drs. Muhammad Idris, anggota DPD dari Provinsi Kalimantan Timur; Drs. A.D Khaly dari Provinsi Gorontalo; dan Drs. H.M Sofwat Hadi, SH dari Provinsi Kalimantan Selatan.
Narasumber uji sahih RUU Pemerataan Pembangunan antara lain Ir. Taufik Hidayat, MM. MEP, Kepala Bappeda Provinsi Lampung, IR. Desmon, M.Si, pengajar dari Universitas Mitra Indonesia dan DR. HS Tisnanta, SH.MH dari Fakultas Hukum Universitas Negeri Lampung.