REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Menapaki usia DPD yang ke 14 tahun, Anggota DPD Fahira Idris berharap semua elemen bangsa menyegarkan kembali ingatan bahwa DPD RI adalah anak kandung reformasi yang lahir dari tuntutan rakyat untuk mempertegas desentralisasi yang merupakan amanat reformasi.
"Jelas sebagai anak kandung reformasi, penguatan DPD RI adalah keharusan," kata Fahira.
Fahira menilai pentingnya menyegarkan kembali ingatan bangsa ini akan hadirnya DPD RI agar semangat untuk terus memperkuat DPD RI tidak pernah surut. Penguatan DPD adalah keharusan dalam sistem ketatanegaraan Indonesia. Di negara lain yang menganut sistem bikameral, Senat diberi kewenangan yang besar untuk mengimbangi peran dan posisi DPR.
Penguatan DPD bertujuan agar mekanisme checks and balances dapat berjalan relatif seimbang antara DPR dan DPD. Setidaknya, lanjut Fahira, DPD diberi kewenangan meneliti ulang setiap RUU yang diajukan DPR, diberi hak yang sama dalam mengajukan RUU, dan ikut mengawasi pemerintahan. Dengan begini parlemen akan kuat dan rakyat mempunyai saluran alternatif menyuarakan dan memperjuangkan aspirasinya.
"Saya usulkan amandemen konstitusi untuk memperkuat DPD RI," ucap Fahira.
Sebagai pimpinan Komite I DPD RI, Fahira melanjutkan bahwa saat ini ditengah - tengah masa kampanye, Komite I DPD RI tetap bekerja seperti biasa dan produktif berupaya menghasilkan RUU. Salah satunya adalah pembahasan RUU Pemerataan Pembangunan Daerah. Di RUU ini, kata Fahira, menambahkan diksi politik baru, yaitu daerah timpang.
Sebagai anggota DPD, Fahira berharap DPD RI semakin kuat dengan adanya kewenangan baru yang dimiliki oleh DPD RI sesuai UU No 2/2018 tentang MD3 atau MPR, DPR, DPD dan DPRD. "Kewenangan baru kami yaitu mengawasi dan mengevaluasi ranperda dan perda memperkuat posisi politik DPD sebagai wakil daerah," kata dia.
Ke depannya, Fahira sangat mengharapkan DPD dan DPR harus lebih sering bersama menyusun UU sesuai amanat konstitusi. Fahira mengungkapkan bahwa sebagai wakil daerah, DPD sudah mengajukan kepada pemerintah terkait 176 Daerah Otonom Baru (DOB) yang kini tinggal menunggu Peraturan Pemerintah (PP) dari pemerintah.
Fahira menambahkan, khususnya Komite I, sejauh ini sudah menghasilkan 14 RUU, antara lain RUU Desa, RUU Pemerataan Pembangunan Daerah, RUU Perlindungan dan Pengakuan Masyarakat Adat, RUU Daerah Kepulauan, RUU DIY, RUU Hak atas Tanah, RUU Kepegawaian, RUU Otonomi Khusus Bali, RUU Pemilihan Umum Kepala Daerah, RUU Pengadilan Agraria, RUU Pengelolaan Kawasan Perbatasan, RUU Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, Bekasi, Canjur (Kawasan Megapolitan), RUU Hak atas Tanah, dan RUU Pemerintahan Daerah.