REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Anggota Komisi III DPR RI Arsul Sani menjelaskan poin revisi UU KPK yang membahas persoalan kewenangan penyadapan oleh KPK bukan ingin memperketat dan membatasi. Melainkan menginginkan kewenangan tersebut diawasi untuk menghindari penyalahgunaan.
Arsul mengatakan untuk menghindari penyalahgunaan oleh pihak tidak bertanggung jawab perlu dibentuk komite pengawas eksternal. Inilah maksud poin revisi terbatas dalam wacana pembahasan UU KPK.
"Persoalan penyadapan bukan dalam arti memperketat atau membatasi kewenangan KPK dalam hal penyadapan. Tetapi KPK membutuhkan pengawasan sehingga harus ada komite pengawas eksternal yang tetap," katanya saat dihubungi ROL, Jumat (19/6).
Lanjutnya, komite ini nantinya akan mengawasi dan melakukan audit terhadap proses penyadapan yang dilakukan KPK. Dengan kewenangan sebesar itu, jika tidak diawasi maka sangat riskan akan potensi penyalahgunaannya yang semakin besar.
Menurut politikus Partai Persatuan pembangunan (PPP) itu jika disalahgunakan maka akan berpotensi melanggar hak asasi manusia. Sebab kewenangan tersebut sudah dimanfaatkan secara sembarangan. Misalnya pimpinan yang ingin mendapatkan posisi tertentu pada pemerintahan lalu mencoba melakukan tawar menawar dengan memanfaatkan kewenangan dokumen penyadapan.
Oleh karena itu, kewenangan penyadapan hanya tinggal disempurnakan dengan penambahan pengawasan. Selain itu perlu dijelaskan hukuman pidana bagi pihak, dalam hal ini pejabat KPK, yang menyalahgunakannya.
"Penyalahgunaan itu kan mungkin saja terjadi. Jika melanggar, pimpinan atau pejabat KPK tidak hanya diberi sanksi etis tapi juga pidana," tambahnya.