REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pemerintah sudah menetapkan besaran jaminan pensiun sebesar 3 persen. Dengan besaran presentasi ini, manfaat pensiun yang akan diterima oleh pekerja sebesar 10-40 persen dari gaji terakhir. Anggota Komisi IX DPR RI, Rieke Diah Pitaloka menilai, dengan besaran ini, manfaat yang akan diterima tidak cukup untuk standar hidup seorang pekerja di masa pensiun.
Hal ini juga bertentangan dengan UU SJSN dan BPJS. Rieke mendesak pada pemerintah agar segera merevisi besaran jaminan pensiun dengan menaikkan besaran jaminan. "Pemerintah Jokowi harus segera merevisi besaran jaminan pensiun, menetapkan angka 8 persen seperti yang direkomendasikan DJSN dan BPJS Ketenagakerjaan," kata Rieke dalam keteragan pers yang diterima Republika, Rabu (1/7).
Hal itu, imbuh Rieke, perlu dilakukan agar ada kepastian pensiun layak bagi pekerja Indonesia. Jaminan pensiun merupakan yang pertama kali dilakukan di Indonesia untuk pekerja di sektor swasta. Ini merupakan amanat dari UU BPJS. UU ini disahkan tahun 2011 lalu. Harusnya, aturan turunan dari UU BPJS ini sudah diselesaikan paling lambat 2 tahun setelah diundangkan (2013).
Tujuannya agar pemerintah memiliki waktu untuk melakukan sosialisasi pada semua pihak. Namun, kenyataannya, peraturan baru diumumkan pemerintah sehari setelah diresmikan BPJS Ketenagakerjaan 30 Juni 2015 kemarin. "Pemerintah sebaikanya segera mensosialisasikan peraturan turunan terkait implementasi empat jaminan sosial oleh BPJS Ketenagakerjaan," imbuh Rieke.