REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Sebaran asap tebal yang menyesakkan hingga kini masih menyelimuti Kalimantan dan Sumatera. Bahkan, sumber penyakit pernapasan itu juga merambah negara-negara jiran. Anggota DPR RI dari daerah pemilihan Sumatera Utara II Saleh Partaonan Daulay menyayangkan pemerintah pusat yang terkesan lemah dalam melakukan antisipasi. Ketua Komisi VIII DPR itu menegaskan, pembakaran hutan sudah seperti rutinitas tahunan bagi Indonesia.
Saleh menduga, kurangnya konsolidasi dari pemerintah pusat antara lain menyebabkan pelaku pembakaran hutan tak kunjung jera. Sehingga, pemerintah terkesan kewalahan. Padahal, kerugian dan penderitaan masyarakat setempat kian bertambah.
"Pemerintah (pusat) dinilai tidak berdaya menghadapi para pembakar hutan. Padahal, hampir setiap tahun kebakaran hutan terjadi. Semestinya. kebakaran hutan bisa diantisipasi jika semua aparat terkait berkoordinasi dan bekerja sama," kata Saleh Partaonan Daulay dalam pesan singkatnya, Sabtu (3/10).
Politikus PAN tersebut meyakini salah satu cara yang efektif, yakni jika pemerintah berfokus pada sisi keamanan lingkungan. Selain Polri, tegas Saleh, hutan-hutan di Indonesia sebenarnya dijaga pula oleh polisi kehutanan (polhut). "Sayangnya, keberadaan polhut-polhut hampir tidak kelihatan. Padahal, jumlah polhut di Indonesia sangat banyak. Untuk SPORC (satuan polhut reaksi cepat) saja, ada 11 brigade yang tersebar di berbagai wilayah di Indonesia," jelas dia.
Perinciannya, di setiap provinsi "pelanggan" kebakaran hutan ada brigade-brigade SPORC. Di Riau, misalnya, ada Brigade Beruang. Di Jambi ada Brigade Harimau. Di Sumatera Selatan, ada Brigade Siamang. Di Kalimantan Selatan dan Kalimantan Tengah, ada Brigade Kalaweit. Adapun di Kalimantan Barat, terdapat Brigade Bekantan. Saleh menekankan, persoalannya bukan pada sisi kemampuan polhut, yang menurutnya tidak kalah bagus dibandingkan dengan polisi lainnya. Selain itu, polhut juga dibekali persenjataan, mulai dari senjata api jenis PM1 A1, Ceska, Molot, dan lain-lain.
Secara fungsional, polhut juga mesti bertindak preventif, yakni bekerja sama dengan masyarakat mitra. Pada sisi represif, polhut dapat menggandeng Polri, TNI, dan satuan-satuan pengaman hutan dari perusahaan-perusahaan swasta pengguna kawasan hutan berizin.
"Jika polisi kehutanan ini saja digerakkan, rasanya kebakaran hutan tidak mungkin berulang setiap tahun. Karena itu, pemerintah, khususnya Kementerian Kehutanan diharapkan memperhatikan dan memberdayakan keberadaan polhut-polhut yang ada."