REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komisi Xi DPR RI mulai melakukan pertemuan dengan sejumlah pihak untuk melihat pandangan mengenai program pengampunan pajak atau tax amnesty yang diusulkan pemerintah. Kali ini Komisi XI bertemu dengan perwakilan dari Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo), Kamar Dagang Indonesia (Kadin), dan Himpunan Pengusaha Muda Indonesia (Hipmi).
Dalam rapat dengar pendapat ini, DPR masih ingin mengetahui berapa potensi pajak yang masuk dari hasil tax amnesty. Sebab dari potensi tersebut, pemerintah sebaiknya bisa memastikan apakah program ini benar-benar bermanfaat atau tidak pada 2016.
"Masih banyak pertanyaan, seberapa besar uang yang akan masuk dari tax amnesty di tahun ini. Angkanya nendang nggak terhadap pendapatan negara?," ujar anggota Komisi XI lainnya dari Fraksi PKB, Bertu Merlas, di Jakarta, Selasa (19/4).
Bertu mengatakan, dalam dua tahun ke depan Indonesia akan mengikuti Automatic Exchange of Information (AEoI) atau keterbukaan data. Dengan keterbukaan ini, dana yang selama ini dikemplang pajaknya akan lebih terlihat secara detail. Sebab banyak dana yang selama ini bersembunyi di balik perbankan.
Jika pajak yang didapat dari AEoI bakal berpotensi lebih besar, Bertu berharap agar pemerintah menunggu program ini berlangsung, ketimbang dengan tax amnesty yang dananya sangat kecil karena hanya 2-6 persen dari total dana pengempalng pajak.
"Jadi kenapa nggak ditunggu saja AEoI itu. Supaya kita bisa terima potensi penerimaan yang lebih besar," ujarnya.
Sementara, anggota Komisi XI DPR RI dari Fraksi Partai Gerindra Heri Gunawan menjelaskan, draft rancangan undang-undang (RUU) tax amnesty ini masih belum spesifik. Karena dalam draft ini belum menyentuh bagaimana tentang informal ekonomi atau underground ekonomi.
"Tadi kan disebut bahwa pemilik pabrik atau lahan sudah bayar pajak, tapi pedagang perantara tidak. Kajian itu perlu diperdalam," ujarnya.