REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Reklamasi teluk Jakarta masih hangat diperbincangkan. Anggota DPR RI Bambang Haryo Soekartono memandang proyek reklamasi yang ideal sebaiknya hanya untuk membangun fasilitas publik berupa pelabuhan dan bandara. Menurutnya, reklamasi yang dilakukan untuk membangun kawasan privat komersil hanya merusak ekosistem pantai dan habitat mangrove.
Dia mengkritik kebijakan reklamasi yang kini sedang masif dilakukan oleh Pemerintah Provinsi DKI Jakarta. Di ruang kerjanya, Rabu (27/4), politisi Partai Gerindra ini, mengatakan, reklamasi yang dilakukan kerap merusak rumpon (rumah ikan) yang dibangun oleh para nelayan.
“Saya tidak setuju reklamasi diteruskan, karena merusak lingkungan dan habitat ikan yang sudah dibuat oleh para nelayan.”
Menurutnya, Pemprov DKI bertanggung jawab untuk memelihara kawasan pantainya dari kerusakan lingkungan. Kalaupun ingin mereklamasi, sambung Bambang, mestinya berjarak 3 km dari bibir pantai. Jarak itu merupakan jarak yang aman. Yang penting lagi, dia mengatakan reklamasi harus untuk fasilitas publik, bukan privat seperti yang gencar dilakukan Pemprov DKI.
“Reklamasi yang ada sekarang jaraknya 200-500 m saja. Itu keterlaluan, karena menghancurkan ekosistem yang sudah dibentuk para nelayan termasuk mangrove. Dari sisi amdal juga jelas sangat merusak,” katanya.
Menurut Anggota Komisi VI DPR itu, yang paling bijak adalah proyek reklamasi diperuntukkan bagi kawasan industri terpadu. Jadi, dalam satu kawasan selain ada pusat-pusat industri, juga terkoneksi dengan pelabuhan dan bandara sekaligus. Dampaknya akan sangat positif bagi pertumbuhan ekonomi nasional, karena akses pengiriman barang, terutama komoditas pangan jadi lebih pendek dan cepat.
Dengan membangun kawasan industri terpadu, kepadatan lalu lintas logistik ke kawasan industri menurun. Produk Indonesia pun bisa bersaing, karena ongkos logistiknya murah dan cepat. Selama ini, logistik dari pelabuhan harus dikirim ke Tangerang, Bekasi, dan Karawang. Padahal, ongkos logistik di darat sangat mahal. Semakin panjang akses logistik semakin tidak aman dan mahal.
Politisi dari dapil Jatim I ini, mencontohkan, di Osaka, Jepang dan Shanghai, Tiongkok, pelabuhannya terintegrasi dengan kawasan industri. Dan jaraknya pun 3 km dari pantai. Bahkan, di Hongkong jaraknya 8 km. Inilah yang paling ideal dan bijak dari proyek reklamasi yang dilakukan. Bukan untuk kawasan hunian komersil seperti reklamasi di Pantai Utara Jakarta. Di hampir semua negara di dunia, kawasan industrinya dibangun di pinggir pantai.
“Saran saya, kembalikan saja proyek reklamasi ke fungsi publik. Reklamasi ini bagus kalau memang peruntukkannya bagus. Saya bukan tidak setuju reklamasi, sepanjang benar cara mereklamasinya dengan tidak merusak habitat dan tidak dipakai untuk kebutuhan privat,” katanya.