REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Wakil Ketua Komisi IX DPR RI, Ermalena, mengatakan, selama ini fungsi BPOM dianggap belum maksimal dalam mengawasi peredaran obat, termasuk vaksin, dan makanan. Terutama pengawasan di fasilitas kesehatan (faskes) dan rumah sakit.
Begitu juga dengan pengawasannya. Mulai dari pembuatan obat, distribusi, dan penggunaan.
''Selama ini kami lihat peran BPOM belum maksimal, karena regulasinya yang membuat BPOM tidak maksimal menjalankan fungsinya,'' kata Ermalena kepada wartawan usai rapat internal Komisi IX di ruang rapat Komisi IX, Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta Pusat, Rabu (30/7).
Erma mengungkapkan, dari Panja ini diharapakan bisa mengeluarkan rekomendasi pada pihak-pihak terkait agar kasus vaksin palsu ini tidak terulang lagi. Untuk itu, Panja juga akan mengundang pihak-pihak terkait dalam kasus ini, mulai dari orang tua korban vaksin palsu hingga produsen vaksin palsu, yaitu Bio Farma.
Selain itu, Panja juga bakal menunggu hasil investigasi Bareskrim Polri terkait kasus ini. ''Jadi walau hanya 14 (rumah sakit yang diketahui menggunakan vaksin palsu), kan tidak menutup kemungkinan ada yang lain. Nah kami akan tunggu hasil investigasi dari Bareskrim,'' tutur Erma.
Erma pun menuturkan, pembentukan Panja ini diharapkan bisa memberikan output yang digunakan dalam jangka panjang dalam mencegah peredaran obat dan vaksin palsu di masa mendatang. ''Kami coba lakukan evaluasi bersama-sama, terhadap regulasinya, anggarannya apakah cukup. Kemudian bagaiaman dengan distribusi yang ada selama ini,'' ujarnya.
(Baca Juga: DPR Bentuk Panja Pengawasan Obat dan Vaksin Palsu)