REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Guna mengungkap kasus vaksin palsu yang sudah beredar sekitar 13 tahun, Komisi IX DPR membentuk Panja Pengawasan Obat dan Vaksin Palsu. Panja tersebut akan bekerja selama tiga bulan dengan mengundang nara sumber dari lembaga-lembaga terkait.
"Itu untuk mengungkap berbagai sisi vaksin palsu," kata Dede Yusuf pada diskusi "Dialektika Demokrasi: Vaksin Palsu" di Gedung MPR/DPR/DPD RI, Jakarta, Kamis (21/7).
Menurut Dede Yusuf, nara sumber tersebut antara lain berasal dari Kementerian Kesehatan, Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM), Badan Reskrim Polri, rumah sakit, dan pimpinan organisasi profesi dokter. Panja diharapkan dapat bekerja mengungkap apa dan bagaimana di balik peredaran vaksin palsu.
Sebelumnya pemerintah membentuk Satgas Penanggulangan Vaksin Palsu yang anggotanya antara lain dari unsur, Kementerian Kesehatan, BPOM, dan Badan Reskrim Polri. "Kita harapkan Panja dapat bekerja secara sinergi dengan Satgas untuk mengungkap dan mengatasi persoalan vaksin palsu," katanya.
Politikus Partai Demokrat ini menjelaskan, peredaran vaksin palsu yang terungkap saat ini ternyata sudah beredar sejak 13 tahun lalu. Pada rapat kerja pekan lalu dengan Komisi IX DPR RI, Menteri Kesehatan menyebut ada 37 rumah sakit di sembilan provinsi yang memanfaatkan vaksin palsu, tapi tidak ada namanya.
"Setelah kami desak, pada rapat kerja berikutnya, Kementerian Kesehatan berkoordinasi dengan Bareskrim, kemudian menyebutkan, ada 14 rumah sakit yang memanfaatkan vaksin palsu," kata Dede.
Menurut dia, dipublikasikannya rumah sakit yang memanfaatkan vaksin palsu untuk segera mengatasi peredaran vaksin palsu, tapi berdampak menimbulkan kegelisahan di masyarakat. Dibentuknya, Panja dan Satgas terkait vaksin palsu, diharapkan dapat bekerja baik mengatasi persoalan vaksin palsu.