REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- DPR RI menetapkan 25 anggota Tim Pengawas Vaksin Palsu yang berasal dari 10 fraksi lintas komisi. Tim ini bertugas memastikan persoalan vaksin serta obat palsu tidak terulang dan dapat diselesaikan dengan baik.
Anggota Komisi IX dari FPKS Ansory Siregar sekaligus Tim Pengawas Vaksin Palsu mengatakan, kerja dari tim ini akan melibatkan seluruh institusi terkait untuk menuntaskan persoalan vaksin palsu hingga ke ranah hukum. "Fraksi PKS mendorong timwas agar bekerjasama dengan pihak Bareskrim Polri untuk mengusut tuntas sampai ke akar-akarnya," katanya, Jumat, (29/7).
Ini dilakukan agar pemerintah bersama DPR dapat menangani persoalan ini dengan baik dan tidak terulang di kemudian hari. Apalagi kasus vaksin palsu tergolong kejahatan luar biasa.
Menurutnya ini adalah kejahatan luar biasa. Sehingga para pelaku termasuk rumah sakit beserta para dokter, bidan, serta produsen vaksin palsu, adalah pelaku kejahatan besar. Mereka melakukan imunisasi yang palsu kepada bayi. "Aturannya bayi menjadi immune terhadap suatu penyakit. Namun dengan vaksin palsu, bayi jadi tak immune terhadap penyakit," katanya.
Para pelaku serta pengedar vaksin palsu tersebut, Ansory mengatakan melanggar konstitusi yaitu Pasal 28 H ayat (1) UUD 1945 bahwa setiap orang berhak hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat tinggal, dan mendapatkan lingkungan hidup yang baik, sehat serta berhak memperoleh pelayanan kesehatan. Selain UUD 1945, para pelaku, baik pengedar atau pengguna, vaksin palsu melanggar Undang-Undang Nomor 36 tahun 2009 tentang Kesehatan dan UU Nomor 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit.
Dia mengatakan banyak sekali undang-undang yang dilanggar dari kasus kejahatan luar biasa ini. Tim Pengawas Vaksin Palsu, terang Ansory, siap memastikan pengawasan mulai dari level hulu hingga hilir, baik dari yang bersifat kebijakan pemerintah maupun himbauan ke masyarakat. Harga vaksinnya mahal bukan berarti lebih bagus.
"Jadi, sekali lagi, masyarakat kita himbau agar banyak cari informasi agar mendapatkan informasi yang akurat soal vaksin palsu ini. Para ibu hendaknya terus berkomunikasi dengan pihak Kementerian Kesehatan, BPOM RI, maupun Komisi IX DPR RI," ujar Ansory.