Anggota DPR Dorong Pembangunan Rumah di Perbatasan

Ahad , 31 Jul 2016, 02:41 WIB
Prajurit Satgas Pamtas Yonif Linud 431/SSP Kostrad tiba di tugu batas saat partoli perbatasan Indonesia-Papua Nugini di Waris, Keerom, Papua, Kamis (17/3).
Foto: Antara/Sigid Kurniawan
Prajurit Satgas Pamtas Yonif Linud 431/SSP Kostrad tiba di tugu batas saat partoli perbatasan Indonesia-Papua Nugini di Waris, Keerom, Papua, Kamis (17/3).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Wakil Ketua Komisi V DPR RI Yudi Widiana mendukung program Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat dalam rangka membangun kawasan perbatasan termasuk pembangunan rumah-rumah di sejumlah daerah seperti di Papua.

"DPR akan mengawasi besarnya dana daerah perbatasan. Komisi V kebetulan bulan lalu telah mendorong menteri PU untuk membangun rumah-rumah di perbatasan khusus di Papua," kata Yudi Widiana dalam keterangan tertulis yang diterima di Jakarta, Sabtu (30/7).

Menurut politikus PKS itu, dengan membangun rumah khusus maka hal itu juga menjadi magnet bagi masyarakat Papua. Bahkan, lanjutnya, masyarakat Indonesia yang ada di negara Papua Nugini bersedia untuk kembali ke Papua.

Yudi memastikan bahwa Komisi V akan menyukseskan serta mengevaluasi program tersebut dalam rangka mengentaskan kemiskinan di garis terdepan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). "Komitmen DPR mendukung untuk hal itu, namun implementasinya yang kami kira belum maksimal," ucapnya.

DPR RI juga membentuk Tim Pengawas Pembangunan Kawasan Perbatasan yang terdiri dari 25 anggota yang berasal dari lintas komisi. Berdasarkan data Kementerian PUPR, alokasi dana yang dianggarkan untuk melakukan berbagai kegiatan pembangunan di Papua sebesar Rp 217,68 miliar.

Dana tersebut dianggarkan selama kurun waktu 3 (tiga) tahun dimulai dari 17 Desember 2015 hingga 6 September 2017. Hingga Mei 2016, tercatat perkembangan fisik baru mencapai 1 persen dengan serapan anggaran mencapai 10,5 persen. Sebagaimana diwartakan, Menko Politik, Hukum, dan Keamanan Luhut Binsar Pandjaitan mengatakan saat ini pemerintah mengawasi pengelolaan dana otonomi khusus (Otsus) Papua dan Papua Barat, untuk menangani ketertinggalan pendidikan di kedua provinsi tersebut.

"Papua tidak kurang uang, tetapi (selama ini) pemerintah tidak pernah mengontrol penggunaan uang di sana. Sekarang terserah mereka (pemda) uang itu mau digunakan untuk apa. Yang penting kami dampingi. Kami biarkan pemda mengelola tetapi kami awasi," ujar Luhut dalam siaran persnya yang diterima Antara di Jakarta, Senin (25/7).

Menurut dia, alokasi dana pendidikan yang tidak sampai satu persen dari keseluruhan APBD 2015 Provinsi Papua, merupakan kelalaian pemerintah. "Itu salah pemerintah juga. Sebenarnya dana Otsus tidak boleh dicampur dengan APBD, tetapi harus dipisahkan dan disalurkan langsung ke kabupaten-kabupaten," tuturnya.

Sumber : Antara