REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Anggota Komisi VIII DPR RI Ledia Hanifa Amaliah menyampaikan mendorong agar rancangan undang-undang (RUU) Pekerja Sosial bisa masuk program legislasi nasional (prolegnas) pada tahun sidang mendatang. Menurut dia, untuk meningkatkan kesejahteraan sosial di Indonesia maka diperlukan banyak aktivitas yang melibatkan pekerjaan sosial.
Sekitar 12 undang-undang mengamanahkan berbagai bentuk pekerjaan yang berdimensi pekerjaan sosial namun dengan terminologi berbeda-beda. "Ini artinya tidak terdapat kejelasan dalam hal batasan, ketentuan, sertifikasi, hingga tata kelola dalam tingkat pelaksana teknis," ujarnya dalam keterangan tertulis yang diterima Republika.co.id, Jumat (23/12).
Politikus dari Partai Keadilan Sejahtera ini mengatakan keberadaan para pekerja sosial sangat krusial dalam berbagai program terkait penanggulangan kemiskinan, peningkatan kesejahteraan bahkan perlindungan perempuan dan anak. Contohnya yakni keberadaan para pendamping di program kelompok usaha bersama (KUBE), program keluarga harapan (PKH), tenaga kesejahteraan sosial kecamatan (TKSK) hingga pendamping rehabilitas korban kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) atau anak korban kekerasan dan anak yang berhadapan dengan hukum.
"Bila tak ada undang-undang khusus yang mengatur soal pekerja sosial ini maka amanah undang-undang lain justru akan jalan ditempat karena sulit diimplementasikan," ujarnya.
RUU Pekerja Sosial ini sesungguhnya telah masuk dalam daftar panjang prolegnas 2014-2019, namun belum masuk dalam program prioritas karena diantaranya belum terpenuhinya kelengkapan administasi naskah akademik dan draft RUU. Ledia menyebut draft dan naskah akademik ini masih dalam progras penggodokan di Komisi VIII DPR RI.
"Tapi kami berharap tahun depan RUU ini bisa masuk sebagai RUU Prioritas," kata Ledia.