REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Rancangan Undang-undang Sistem Perbukuan (RUU Sisbuk) telah selesai dibahas di tingkat Panitia Kerja (Panja) Komisi X DPR. Pembahasan dimulai pada April 2016 lalu, dan hanya memakan waktu pembahasan selama delapan bulan. DPR dan pemerintah sepakat bahwa RUU ini merupakan payung hukum yang mendesak.
Ketua Panja RUU Sisbuk sekaligus Wakil Ketua Komisi XX DPR Sutan Adil Hendra memaparkan, semangat yang diusung oleh DPR maupun Pemerintah selama menyusun RUU Sisbuk ini adalah 3M. Yakni agar buku yang selama ini beredar menjadi Murah, Mutu, dan Merata. Khususnya, buku teks utama yang wajib dipakai dalam dunia pendidikan.
“Ini hasil pembahasan yang sangat luar biasa, karena selama pembahasan muncul dinamika antara DPR dan Pemerintah. Tetapi karena niatannya untuk kepentingan rakyat, dan untuk kepentingan bagaimana meningkatkan minat baca, tentu tidak ada yang tidak bisa terselesaikan. Karena sudah dibungkus dengan cara yang baik. Perjalanan pembahasan hanya delapan bulan,” kata Sutan, usai memimpin rapat intern Panja RUU Sisbuk dengan Pemerintah di Gedung DPR RI, Senayan, Jakarta, Kamis (09/2).
Pemerintah, kata dia, nantinya menyediakan buku, dengan tidak dipungut biaya kepada seluruh anak didik, yang selama ini sudah wajib belajar 12 tahun. Sebab, untuk untuk buku murah dan terjangkau, selama ini belum ada payung hukumnya. "Dengan adanya UU ini, ada landasan hukumnya. Dengan payung hukum inilah yang membuat tugas Pemerintah dan DPR bisa mendatangkan anggaran untuk perbukuan,” ujar Sutan.
Sementara terkait mutu, kata dia, dengan adanya UU ini akan diterjemahkan dalam Peraturan Pemerintah, sehingga diharapkan tidak ada lagi buku-buku yang tidak bermutu. Selain itu, dengan diaturnya peredaran buku dalam RUU ini, buku dapat didistribusikan ke seluruh pelosok Tanah Air.
Sutan menambahkan, untuk menjamin agar 3M ini berjalan di tengah masyarakat, semula RUU ini mengamanatkan untuk dibentuk sebuah Dewan. Namun, dalam perjalanannya, dan hasil konsultasi antara DPR dan Pemerintah, diputuskan untuk lembaga pelaksananya cukup di Eselon I Kemendikbud. Dalam hal ini, lembaga perbukuan yang dimaksud akan ditambahkan dalam Tupoksi Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa Kemendikbud.
“Badan ini juga sudah dibuat oleh negara tetangga kita, seperti Malaysia dan Brunei Darussalam. Tentu ini menjadi langkah cerdas, karena Badan Bahasa juga sampai ada di daerah-daerah. Dengan demikian ini satu kesatuan yang nantinya implementasinya di lapangan,” kata Sutan.
Sutan menjelaskan, tahapan berikutnya adalah uji publik RUU Sisbuk pada 20-22 Februari mendatang. Kemudian, akan dibahas pada rapat kerja dengan Kemendikbud pada 23 Februari, dan berikutnya akan disampaikan ke Badan Musyawarah. Jika disetujui Bamus, maka RUU akan disahkan pada Rapat Paripurna DPR, pada 24 Februari, sekaligus penutupan masa persidangan.