REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komisi XI DPR RI mendesak Dirjen Bea dan Cukai untuk mengkaji potensi objek cukai baru dalam dua bulan. Dengan kajian ini diharapkan ada tambahan penerimaan negara dari sektor cukai untuk membiayai operasional pemerintahan dan pembangunan yang terus meningkat.
Hal ini diungkapkan Anggota Komisi XI DPR RI Heri Gunawan usai mengikuti rapat dengar pendapat dengan Dirjen Bea dan Cukai, Selasa (12/4). Selama ini, penerimaan cukai masih terbatas pada hasil tembakau, etil alkohol, dan minuman mengandung etil alkohol. “Data menunjukkan bahwa penerimaan dari barang-barang tersebut cenderung menurun. Hingga Maret 2017, misalnya, penerimaan cukai baru mencapai Rp 6,9 triliun dari target APBN sebesar Rp 157 triliun atau baru mencapai 4,4 persen," kata dia.
Heri menjelaskan, dalam APBN 2017, cukai hasil tembakau sebesar Rp 149 triliun dari total penerimaan Rp 157 triliun atau proporsinya lebih dari 90 persen. Namun, APBN tak bisa lagi bergantung pada cukai tembakau, lantaran pemerintah dan dunia internasional terus membatasi tembakau secara masif. Kenaikan tarif cukainya pun kini tak menjamin lagi penerimaan cukai yang besar.
Politikus partai Gerindra ini mengutip studi yang menyebut tarif cukai yang kian tinggi tidak selalu menghasilkan penerimaan cukai yang juga tinggi. Bahkan, pada tingkat tertentu penerimaan cukai justru akan mengalami penurunan.
“Pemerintah perlu memikirkan langkah ekstensifikasi cukai seluas-luasnya. Pemerintah perlu mengambil langkah-langkah mempeluas objek cukai,” kata Heri.
Heri mengatakan perluasan objek cukai memang jadi keniscayaan. Selain adanya kampanye pengendalian tembakau, produksi tembakau juga menurun untuk jenis kretek. Perluasan cukai ini juga sesuai dengan UU No.39/2007 tentang Cukai. Pasal 4 UU tersebut mengatur penambahan dan pengurangan jenis barang kena cukai (BKC) yang bisa diatur lebih lanjut dalam PP.
“Jadi jelas, regulasi memungkinkan adanya perluasan objek kena cukai,” kata Heri.
Ditambahkannya, di negara-negara lain jenis BKC jauh lebih banyak. Di Malaysia ada 13 jenis BKC. India 28 jenis BKC. Sementara di Singapura ada 10 BKS dan Jepang 24 BKC. “Beberapa barang yang sudah dikenakan cukai di negara-negara tersebut diantaranya adalah teh, gula, kopi, tekstil, minuman ringan berkarbonasi, alat pendingin ruangan, televisi, film, kamera, semen, logam, plastik, sabun, kosmetik, parfum, perhiasan, baterai, kabel, listrik, gas, air, mobil, dan rekening hotel,” kata Heri.