Rabu 11 Jul 2012 02:07 WIB

Menggali Misteri Makam Kartosoewirjo di Pulau Onrust

Red: Karta Raharja Ucu
Abah Alwi menerangkan sejarah Pulau Onrust kepada para peserta 'Melancong Abah Alwi' edisi 'Menjelajahi Kepulauan Seribu', Ahad (8/7).
Foto: ROL/Karta Raharja Ucu
Abah Alwi menerangkan sejarah Pulau Onrust kepada para peserta 'Melancong Abah Alwi' edisi 'Menjelajahi Kepulauan Seribu', Ahad (8/7).

REPUBLIKA.CO.ID, KEPULAUAN SERIBU -- Waktu menujukkan pukul 10:25 WIB, saat speed boat yang ditumpangi rombongan peserta 'Melancong Abah Alwi' edisi 'Menjelajahi Kepulauan Seribu', menepi di dermaga Pulau Onrust, salah satu gugusan pulau di Kepulauan Seribu, Jakarta Utara. Sayangnya, dermaga Pulau Onrust dipenuhi dengan sampah yang disinyalir terbawa arus dari teluk Jakarta.

Setelah mengunjungi Pulau Edam atau Pulau Damar Besar, peserta Melancong diajak menguak sejarah Pulau Onrust. (baca: Misteri Mercusuar dan Makam Tua di Pulau Edam). Alwi Shihab wartawan senior Republika sekaligus pemerhati Jakarta menerangkan sejarah pulau yang kini hanya seluas tujuh hektare area dari sebelumnya 12 hektare area.

Pertama, Abah Alwi membawa peserta Melancong menggali sejarah pulau yang semasa Kolonial Belanda dijadikan tempat barak calon jamaah haji. "Pada masa kolonial Belanda, rakyat sekitar menyebut pulau ini sebagai Pulau Kapal," kata Abah Alwi kepada para peserta, Ahad (8/7) kemarin.

Abah Alwi menjelaskan, penyebutan Pulau Kapal karena pulau ini sering sekali dikunjungi kapal-kapal Belanda sebelum menuju Batavia. "Di dalam pulau ini terdapat banyak peninggalan arkeologi pada masa kolonial Belanda dan juga sebuah rumah yang masih utuh dan dijadikan Museum Pulau Onrust," sebut Abah Alwi.

Pulau Onrust merupakan pelabuhan VOC sebelum pindah ke pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta Utara. Abah Alwi menjelaskan, Pulau Onrust juga merupakan markas tentara penjajah Belanda sebelum masuk Jakarta. "Di pulau ini para tentara Belanda beraktivitas bongkar muat logistik perang," kisah Abah Alwi.

"Sekitar tahun 1930-an disini, saat nenek-kakek kita sebelum berangkat ke Arab Saudi dikarantina di pulau ini," terang Abah Alwi seraya membawa peserta Melancong menapaki jejak-jejak peninggalan bangunan barak calon jamaah haji.

"Para calon haji di Pulau Onrust diadaptasikan dengan udara laut, karena zaman dahulu calon jamaah haji naik kapal laut sebelum menuju ke Arab."

Nama 'Onrust' diambil dari bahasa Belanda yang berarti 'Tidak Pernah Beristirahat' atau dalam Bahasa Inggrisnya adalah 'Unrest'. Di pulau itu juga terdapat makam dari pemimpin pemberontakan DI/TII, Sekarmadji Maridjan Kartosoewirjo atau lebih dikenal sebagai Kartosoewirjo.

"Nanti kita kesana (ke makam Kartosoewirjo)," ucap Abah Alwi seraya membawa peserta Melancong ke makam Kartosoewirjo.

Makam Kartosoewirjo

Di sudut lain Pulau Onrust, terdapat tiga makam yang 'istimewa' dari puluhan makam-makam lain yang bertebaran di pulau yang pernah dihancurkan letusan Gunung Krakatau itu. Satu dari tiga makam yang terdapat di dalam sebuah bangunan menyerupai rumah kecil itu, dipercaya sebagai makam Kartosoewirjo.

"Salah satu makam disini adalah makam Kartosoewirjo. Kita mengenalnya sebagai pimpinan pemberontakan DI/TII yang ingin mendirikan negara Islam," terang Abah Alwi.

"Kartosoewirjo," lanjut Abah Alwi, "Adalah kawan dekat Presiden Indonesia pertama, Soekarno. Keduanya adalah murid pemimpin Syarikat Islam, HOS Tjokroaminoto."

Abah Alwi menerangkan, Kartosoewirjo dihukum mati Pemerintah Indonesia lantaran ingin mendirikan negara Islam. "Saat itu, ideologi Kartosoewirjo bersebrangan dengan Seokarno."

"Kata Soekarno," imbuh Abah Alwi, "Jika Indonesia menjadi negara Islam, maka wilayah-wilayah lain yang minoritas atau lebih banyak nonmuslim bakal memisahkan diri."

Karena itu, Pemerintah Indonesia pun menghukum mati Kartosoewirjo dan jenazahnya disemayamkan di Pulau Onrust. "Tapi sebelum eksekusi hukum mati dilakukan, Soekarno shalat terlebih dulu, minta petunjuk kepada Allah SWT. Ketika sudah mantap, maka Soekarno pun mengeluarkan mandat untuk mengeksekusi sahabat karibnya."

Kendati kawan akrab, jelas Abah Alwi, Soekarno terpaksa menyetujui eksekusi hukuman mati terhadap Kartosoewirjo. "Makanya konon ada cerita, suatu hari Soekarno berkata, 'jika kamu (Kartosoewirjo) yang jadi presiden (Indonesia), maka aku yang akan jadi pemberontak, tapi jika aku yang jadi presiden, maka kamu yang jadi pemberontak'. Dan pernyataan Seokarno itu terjadi. Tapi cerita itu hanya berlandaskan konon," papar Abah Alwi.

Sekitar pukul 11.30 WIB, peserta Melancong dibawa menuju destinasi terakhir, yakni Pulau Bidadari. "Sekarang kita ke Pulau Sakit, sekarang Pulau Bidadari. Kita makan siang dan melihat Benteng Martello," tutup Abah Alwi. Bersambung.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement