Rabu 11 Apr 2012 12:12 WIB

Ahmad Heryawan; Memenuhi Harapan Masyarakat Jadi Tujuan

Ahmad Heryawan
Foto: Republika/Yogi Ardhi
Ahmad Heryawan

Nama itu tidak banyak dikenal oleh masyarakat Jawa Barat. Masyarakat jauh lebih mengenal Danny Setiawan, Gubernur Jawa Barat 2003-2008, atau Agum Gumelar, mantan menteri Perhubungan dan juga mantan calon wakil presiden. Heryawan barangkali malah lebih dikenal di Jakarta karena dia menjadi anggota DPRD DKI Jakara.

Namun, rupanya takdir berkata lain. Orang yang tak banyak dikenal itu justru menang dalam perebutan kekuasaan di Jawa Barat. Ketenaran Danny Setiawan dan Agum ditenggelamkan oleh pilihan masyarakat yang kemudian mengangkatnya bersama Dede Yusuf sebagai gubernur dan wakil gubernur Jawa Barat.

Sosok yang dikenal sebagai politikus mubalig ini lahir di Sukabumi, 19 Juni 1966. Pendidikan dari SD sampai SMA diselesaikan di kampung halamannya, baru setelah kuliah Heryawan merantau ke Jakarta masuk di Fakultas Syariah LIPIA pada 1992.

Selepas menyandang gelar sarjana, Heryawan mengajar di beberapa perguruan tinggi. Beberapa di antaranya adalah Ma’had Al Hikmah, Dirosah Isla miyyah Al Hikmah, Universitas Ibnu Khaldun Bogor, Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia Jakarta, dan Pusat Studi Islam Al Manar.

Selain sebagai akademisi, Heryawan juga aktif di berbagai organisasi massa Islam, antara lain, sebagai ketua umum pengurus besar Persatuan Umat Islam (PUI).

Begitu Partai Keadilan dan Sejahtera (PKS) lahir, Heryawan terjun ke dunia politik. Karier politiknya terus menanjak ketika menjadi anggota DPRD DKI Jakarta. Pada periode 1999-2004 dia sebagai anggota biasa, kemudian pada periode berikutnya dia terpiih kembali sebagai wakil rakyat dan menjadi wakil ketua DPRD Provinsi DKI Jakarta.

Semula Heryawan hanya mendapat amanah dari partainya (PKS) untuk posisi wakil gubernur di Jawa Barat. Tapi, sebagai pendatang baru di dunia perpolitikan Jawa Barat, nama Heryawan tak dilirik para calon gubernur. Apalagi, usia Heryawan saat itu baru menginjak 41 tahun sehingga dianggap belum memiliki banyak pengalaman di dunia birokrasi.

Karena tak ada yang meminang menjadi wakil gubernur, DPW PKS Jawa Barat melakukan langkah berani dengan menjadikan Heryawan sebagai calon gubernur.

Mereka kemudian mengajak DPW PAN Jawa Barat untuk berkoalisi menghadapi pilgub. PAN menyodorkan nama Yusuf Macan Effendi alias Dede Yusuf untuk menjadi pendamping Heryawan. Pasangan ini pun kemudian dideklarasikan dengan sebutan Hade, dalam bahasa Sunda berarti `bagus' atau `baik'.

Apa yang terjadi kemudian? Pasangan muda yang sebelumnya tak diperhitungkan justru mampu memenangi pilgub pertama Jawa Barat yang dipilih langsung oleh rakyat. Hade alias Heryawan-Dede meraih 7.287.647 suara, pasangan Agum-Nu`man meraih 6.217.557 suara, dan DannyIwan meraih 4.490.901 suara.

Bagi Heryawan, mendapat amanah menjadi guber nur dari masyarakat Jawa Barat adalah satu kepercayaan. Karena itu, begitu dilantik, pasangan muda ini langsung melakukan berbagai program dengan tujuan memenuhi harapan dan keinginan masyarakat Jawa Barat. Janji-janji saat kampanye pilgub satu per satu mulai direalisasikan.

“Tahun pertama adalah masa yang paling berat bagi saya dalam memimpin Jawa Barat,“ kata suami dari Hj Netty Prasetyani. Selain masih buta dengan kondisi birokrasi Jawa Barat, berbagai tekanan dari parpol yang kalah dalam pilgub terus merongrong kepemimpinannya. Ancaman penurunan paksa dari kursi gubernur terus dialamatkan kepadanya.

Namun, berbagai kecaman, bahkan ancaman, baik dari internal birokrasi maupun eksternal, tak pernah menyurutkannya untuk mewujudkan janji-janjinya kepada masyarakat saat kampanye. Bidang yang menjadi prioritas He ryawan seperti yang disampaikannya saat kampanye lalu, yaitu pendidikan murah, sejuta lapangan kerja, kesehatan masyarakat, perbaikan ekonomi masyarakat, hingga membenahi infrastruktur di seluruh wilayah Jawa Barat mulai diwujudkan.

Pada 13 Juni mendatang, pasangan Ahmad HeryawanDede Yusuf melewati tahun ketiga. Kerja keras selama hampir tiga tahun mulai membuahkan hasil. Apresiasi terhadap kinerjanya diberikan pemerintah pusat melalui berbagai penghargaan. Bahkan, dalam sebulan, Desember 2011, Heryawan menerima empat anugerah dan penghargaan.

Penghargaan pertama diterimanya saat Hari Nusantara 13 Desember di Dumai, Riau, kemudian Satya Lencana Kebaktian Sosial di Yogyakarta pada Peringatan HKSN 19 Desember, Parahita Ekapraya Pratama di Jakarta pada Peringatan Hari Ibu 22 Desember, dan Transmigrasi Award pada 27 Desember 2011. Tak banyak kepala daerah yang menerima empat penghargaan berkategori nasional dalam waktu sebulan.

Sebelum itu, sederet penghargaan diraih oleh Heryawan dalam rentang 2011, antara lain, Entrepreneurship Development dari Menteri Koperasi dan UKM. Pemerintah pusat juga mengganjar Pemprov Jawa Barat dengan penghargaan bertajuk “Anugerah Pangripa Nusantara“ karena dinilai memiliki perencanaan pembangunan terbaik dan dinilai sukses meningkatkan kualitas pembangunan daerah.

Menteri Pendidikan memberikan penghargaan kepada Heryawan karena dinilai berhasil membina sekaligus mendorong perkembangan pendidikan inklusif. Kiprahnya dalam mengelola pemerintahan di Jawa Barat juga mendapat apresiasi dari Youngsan University Korea Selatan. Salah satu universitas terkemuka di Negeri Ginseng ini mengganjarnya dengan gelar doctor honoris causa bidang manajemen pemerintahan. “Itu adalah keberhasilah seluruh stakeholder Jawa Barat. Tanpa peran serta seluruh lapisan masyarakat mustahil penghargaan itu bisa diraih,“ ujarnya.

Bapak enam anak yang sebelum menjabat Gubernur Jawa Barat rutin berbelanja di pasar tradisional itu mengakui, masih banyak pekerjaan yang belum diselesaikan.

Beberapa persoalan yang menurutnya sangat prioritas untuk dituntaskan adalah masalah kesehatan, khususnya menyangkut fasilitas puskesmas. Ia menargetkan, pada 2012 ini ada 200 puskesmas dengan pelayanan obstetri neonatal emergesi dasar (Poned) di Jawa Barat.

Selain itu, Heryawan juga menargetkan komposisi pendidikan menengah atas akan dibalik, yaitu 65 persen SMK dan 35 persen SMA. “Idealnya, 70 berbanding 30. Tapi, bisa mewujudkan 65 banding 35 sudah sangat bagus,“ kata dia. djoko suceno ed: anif punto utomo

Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement