REPUBLIKA.CO.ID, Ada anggapan bahwa kulit orang Asia, termasuk Indonesia, tidak membutuhkan perlindungan krim tabir surya. Alasannya, kulit orang Asia cenderung lebih tahan terhadap ancaman sunburn atau kulit terbakar. Benarkah?
Dokter spesialis kulit dan kelamin dr Mardiati Ganjardani SpKK mengungkapkan bahwa anggapan tersebut tidak sepenuhnya salah dan juga tidak sepenuhnya benar. Ganjardani mengatakan kulit manusia memang dapat dibagi ke dalam lima golongan. Semakin kecil angka golongan tersebut, maka smeakin rentan kulit terhadap risiko kulit terbakar.
"Kalau satu, mudah sekali sunburn contohnya kulit bule. Kalau orang Indonesia biasanya (golongan) tiga sampai empat," jelas Ganjardani saat ditemui dalam peluncuran Skin Defence Multi-Protection Essence SPF 50 PA++++ dan Drops of Light dari Body Shop di Grand Indonesia.
Meski jenis kulit orang Indonesia cenderung lebih tahan terhadap risiko kulit terbakar, Ganjardani mengatakan bukan berarti orang Indonesia tidak membutukan perlindungan tabir surya untuk kulit mereka. Alasannya, paparan sinar ultraviolet A dan B dari matahari memberikan efek merugikan bagi kesehatan dan kecantikan kulit.
Di samping itu, Ganjardani juga mengingatkan bahwa bahaya paparan sinar ultraviolet tidak hanya berasal dari matahari saja. Paparan sinar ultraviolet juga bisa didapatkan di dalam ruangan melalui sinar ultraviolet B yang menembus kaca atau pun melalui pancaran lampu.
Oleh karena itu, mengingat paparan sinar ultraviolet ada di mana-mana, Ganjardani menyarankan agar orang Indonesia juga melindungi kulit mereka dengan tabir surya meski jenis kulit orang Indonesia tidak mudah mengalami sunburn. Dengan terlindung dari paparan sinar ultraviolet A dan B risiko kulit mengalami penuaan dini kulit terbakar hingga risiko keganasan juga akan berkurang.
"Jadi kalau ditanya perlu atau tidak perlu (tabir surya untuk kulit orang Indonesia), ya perlu," ujar Ganjardani.