REPUBLIKA.CO.ID, MAKASSAR - Hampir semua sepakat bahwa jika berbicara tentang kesehatan dan kebersihan, tidak mengenal strata, status sosial, umur, apalagi gender. Sehingga berbagai langkah pun dilakukan guna menerapkan konsep bersih dan sehat tersebut.
Salah satunya adalah yang dilakukan Lifeboy dengan mengimplementasikan Gerakan 21 Hari untuk membentuk kebiasaan hidup sehat. Sasaran dan tujuan dari gerakan ini untuk membekali dan melatih kepala sekolah dan guru agar dapat menjadi agen perubahan yang efektif dalam Gerakan 21 Hari untuk membentuk kebiasaan sehat.
Pelatihan PHBS Lifebuoy itu digelar di sepuluh provinsi, yaitu DKI Jakarta, Banten, Jawa Barat, Jawa Tengah, DI Yogyakarta, Jawa Timur, Sumatera Barat, Sumatera Utara, Nusa Tenggara Timur, dan Sulawesi Selatan. Sedangkan pelaksanaannya dipusatkan di delapan kota yaitu Yogyakarta, Semarang, Bandung, Surabaya, Padang, Medan, Jakarta, dan Makassar. Jumlah total peserta pelatihan di delapan kota berkisar 260 kepala sekolah/guru dari 260 sekolah dasar (SD).
Usai menjalani "pendidikan", para kepala sekolah/guru akan menjadi agen perubahan untuk mensosialisasikan Gerakan 21 Hari di sekolahnya sendiri dan dua sekolah lainnya. Sehingga total sekolah yang akan mengimplementasikan Gerakan 21 Hari diharapkan mencapai minimal 745 sekolah di 10 provinsi.
Walikota Makassar Ilham Siradjuddin, membuka secara langsung Pelatihan PHBS Lifebuoy untuk kepala sekolah/guru yang berlangsung di Makassar Rabu (15/6) kemarin itu. Beberapa narasumber yang mengisi pelatihan itu adalah dr. Handrawan Nadesul, pakar kesehatan dan penggiat PHBS, dan Wano Irwantoro, sebagai fasilitator pelatihan. Pelatihan tersebut diikuti kepala sekolah/guru dari 70 SD.
Professional Marketing Manager Lifebuoy, PT Unilever Indonesia Tbk., dr. Nirmala Chandra, yang hadir di acara tersebut mengatakan, Gerakan 21 Hari merupakan kelanjutan dari program sosialisasi dan edukasi PHBS oleh Lifebuoy yang telah digelar sejak 2004 tanpa putus. Lifebuoy menyadari membentuk budaya PHBS harus dimulai sejak dini dan proses yang berkelanjutan agar menjadi bagian dari kehidupan sehari-hari untuk membentuk kebiasaan menjadi perilaku sehat.
Menurut dr. Handrawan Nadesul, saat ini masyarakat Indonesia sudah mulai tumbuh kesadaran dan mengetahui pentingnya Budaya PHBS dan Cuci Tangan Pakai Sabun (CTPS). Namun masih banyak masyarakat yang belum melakukan kegiatan tersebut sebagai kebiasaan atau budaya. "Jadi butuh banyak kader atau agen perubahan, terutama kepada generasi muda untuk mendorong PHBS menjadi suatu kebiasaan sehari-hari," kata dia.
PHBS dan CTPS di masyarakat Indonesia masih tergolong rendah. Indeks Pembangunan Kesehatan Masyarakat (IPKM) 2010 menunjukkan persentase rumah tangga yang memenuhi kriteria PHBS dengan kategori baik secara rata-rata nasional hanya 35,68 persen.
Sedangkan persentase penduduk yang berperilaku benar dalam CTPS secara rata-rata nasional hanya 24,48 persen. Provinsi Sulawesi Selatan (Sulsel) pun baru berada di peringkat ke-19 nasional, hanya 22,13 persen dari masyarakat
Sulsel yang melakukan CTPS dengan benar. Pemerintah menargetkan PHBS di rumah tangga bisa mencapai 70 persen secara nasional pada 2014.2
Lifebuoy melalui Gerakan 21 Hari mengajak masyarakat untuk bersama-sama melakukan kebiasaan sehat di 5 saat penting atau 5 cara sehat Lifebuoy (mandi menggunakan sabun, CTPS sebelum makan pagi, CTPS sebelum makan siang, CTPS sebelum makan malam, dan CTPS setelah dari toilet) selama 21 hari tanpa putus agar kebiasaan ini menjadi perilaku sehat sehari-hari.
Gerakan 21 Hari merujuk dari Dr. Maxwell Maltz, pakar perubahan perilaku dalam bukunya yang berjudul Psyco-Cybernetics, bahwa untuk membentuk suatu kebiasaan baru pada seseorang dibutuhkan waktu minimal 21 hari untuk melakukan kebiasaan baru tersebut secara terus-menerus tanpa putus Lifebuoy dalam implementasi Gerakan 21 Hari merancang berbagai kegiatan selama 21 Hari agar para guru yang telah mendapatkan pelatihan dapat menerapkannya kepada siswa dan komunitas sekolah sehingga PHBS berupa CTPS menjadi kebiasaan sehat.
Wano Irwantoro mengatakan para guru di pelatihan PHBS mendapatkan tips dan praktek yang fun, kreatif, dan edukatif untuk implementasi Gerakan 21 Hari sehingga memiliki kemampuan untuk menjadi kader yang efektif. "Para guru juga diajak mengeluarkan ide kreatifnya untuk membudayakan PHBS," kata dia.
Dalam melaksanakan Gerakan 21 Hari, Lifebuoy bermitra dengan berbagai pihak, yakni Kementerian Kesehatan RI, Kementerian Pendidikan Nasional, Kementerian Agama, Kementerian Dalam Negeri, Ikatan Dokter Indonesia (IDI), Tim Penggerak Pemberdayaan Kesejahteraan Keluarga (TP PKK) Pusat, dan juga beberapa Lembaga Swadaya Masyarakat di daerah intervensi Lifebuoy.
Selain Pelatihan PHBS untuk kepala sekolah/guru UKS, Lifebuoy dalam Gerakan 21 Hari akan melaksanakan juga rangkaian pemilihan Dokter Kecil Award bekerjasama dengan IDI, Seminar Nasional 'Hari Keluarga' bersama dengan TP PKK 33 provinsi, dan memonitor implementasi Gerakan 21 Hari di sekolah-sekolah.
Gerakan 21 Hari merupakan hal yang penting untuk membentuk kebiasaan sehat pada masyarakat terutama para generasi penerus bangsa Indonesia. Lifebuoy mengharapkan semua pihak termasuk media turut membantu mensosialisasikan Gerakan 21 Hari guna meningkatkan budaya PHBS di masyarakat Indonesia.
Semakin luas budaya PHBS seperti cuci tangan pakai sabun akan memberikan kontribusi signifikan pada membaiknya tingkat kesehatan masyarakat Indonesia dan meningkatkan mutu kesehatan.