REPUBLIKA.CO.ID, Anda termasuk sering menjumpai detak jantung tidak beraturan. Berhati-hatilah, orang-orang dengan detak jantung yang tidak teratur kemungkinan menghadapi risiko peningkatan depresi, sebuah studi baru di Jerman menyimpulkan seperti yang dilansir newsdaily.com.
Risikonya mungkin kecil, tapi penelitian tersebut sejalan dengan hasil penelitian lain yang menghubungkan gangguan jantung dengan depresi.
“Kesimpulan itu konsisten dengan teks-teks utama dan berkembang bahwa depresi berhubungan dengan penyakit jantung,” Richard Sloan yang tidak terlibat dalam penelian terbaru itu mengatakan.
Sloan adalah guru besar Departemen Psikiatri di Nathaniel Wharton of Behavioral Medicine, Columbia University, New York. “Ada satu set besar studi, dan banyak hasil yang menunjukkan detak jantung tak beraturan memiliki efek lebih kuat terhadap depresi” katanya.
Detak jantung tak beraturan atau dalam istilah medis Atrial Fibrilliation (AF) adalah jenis gangguan irama yang mempengaruhi bilik jantung atas. Hal ini disebabkan beberapa faktor termasuk serangan jantung, infeksi, dan masalah katup jantung.
Obesitas juga salah satu faktor peningkat AF, karena unsur tekanan darah tinggi, kolesterol tinggi dan diabetes.
Sekitar lima juta orang di AS didiagnosis AF pada tahun 2010. Angka itu diperkirakan akan tumbuh menjadi sekitar 12 juta kasus baru per tahun pada 2030, menurut sebuah studi baru-baru ini.
Para dokter telah lama mengetahui bahwa kondisi mental pasien dapat mempengaruhi seberapa baik mereka merawat diri mereka sendiri, mengikuti petunjuk pengobatan dan bagaimana mereka merasakan penyakit mereka.
Dr. Renate Schnabel dari University Heart Center di Hamburg dan rekan penelitinya meneliti lebih jauh mengenai kaitan detak jantung tak beraturan dengan depresi. Tim Schnabel menggunakan data pada 10.000 orang dewasa di Jerman untuk studi baru. Sebagian besar tidak memiliki AF, hanya 309 orang memilikinya.
Para peneliti membandingkan skor depresi rata-rata untuk orang-orang dengan AF dan mereka yang tidak memiliki AF. Tingkat depresi diukur pada skala 1 sampai 27, skor yang lebih tinggi menunjukkan depresi yang lebih berat. Orang-orang dengan AF rata-rata memiliki skor empat, dibandingkan dengan skor rata-rata tiga yang tidak memiliki AF.
Sloan mengatakan satu poin perbedaan dalam tingkat keparahan depresi tidak akan terlihat oleh seorang individu. Meski demikian penelitian ini berguna untuk memantau dan mengobati gejala depresi serta membantu pasien penyakit jantung
Depresi, menurut Sloan, adalah suatu kondisi yang harus dipahami pakar jantung demi merujuk pasien untuk pengobatan.
“Ini masalah serius dan harus ditangani sebagai masalah serius,” katanya. “Jika Anda mengalami depresi setiap saat –apakah disebabkan penyakit jantung atau sesuatu yang lain, Anda harus mengobatinya.”