REPUBLIKA.CO.ID, Patah hati ditinggal orang terkasih ternyata dapat membunuh seseorang. Meski belum ada penjelasan rinci mengenai bagaimana hal ini bisa terjadi, namun kondisi ini sudah diakui dunia medis. Sejumlah peneliti di Australia berusaha mencari tahu lebih dalam mengenai fenomena ini.
Kematian yang dipicu rasa patah hati ini pertama kali ditemukan oleh peneliti asal Jepang sekitar tahun 1990 dan dialami oleh perempuan yang terguncang karena ditinggal mati pasangannya. Angela Kucia, merupakan seorang paramedis spesialis keluhan jantung di layanan Unit Gawat Darurat (UGD) Adelaide. Ia mengatakan sindrom patah hati ini baru mendapat pengakuan medis belum lama ini.
"Ini merupakan kondisi yang bisa diibaratkan seperti dongeng saja, semua orang tahu seseorang bisa meninggal karena hatinya terluka atau tersiksa pikirannya pasca kepergian seseorang yang dicintainya,” katanya.
"Tapi sulit membayangkan mekanisme apa sebenarnya yang membuat mereka meninggal – apa karena mereka mogok makan atau berhenti melakukan aktivitas normal mereka?” katanya.
Kucia, yang juga dosen keperawatan senior di Universitas Australia Selatan mengatakan tim riset diSA sedang berusaha memahami lebih jauh mengenai sindrom patah hati ini. "Menurut saya kita perlu meneliti secara lebih dekat mengenai gangguan kecemasan,” katanya.
(baca: Konsumsi Minuman Berenergi Bisa Rusak Jantung)
"Saya sering menjumpai orang yang datang ke UGD dengan keluhan nyeri di bagian dada karena dilatari keluhan kecemasan yang memicu serangan panik, tapi sepertinya kita perlu meneliti lebih jauh temuan ini."
Meski diakui dunia medis, namun jumlah kasus orang meninggal gara-gara patah hati sangat jarang dan bahkan bisa dikatakan sebagai kasus kematian yang langka.
"Untungnya ini merupakan fenomena yang langka dan selama 20 tahun terakhir kita melihat kecenderungan kondisi semacam ini terkadi pada wanita pascamenopause,” katanya.
Kematian yang dipicu rasa patah hati ini pertama kali ditemukan oleh peneliti asal Jepang sekitar tahun 1990 dan terjadi pada wanita-wanita yang menderita dan sangat terguncang emosinya karena ditinggal mati pasangannya.
"Dulu awalnya gejala ini diduga berhubungan dengan identitas pasien sebagai penduduk di kawasan Asia yang dinilai lebih rentan.”
"Kini kita tahu apa sebenarnya keluhan ini dan kita hendak mencari tahu lebih banyak, saat ini baru ada sekitar 2 persen pasien kebanyakan perempuan yang menderita semacam gejala serangan jantung, tapi sebenarnya mereka menderita sindrom sakit hati.”
Para peneliti kini meyakini kalau adrenalin merupakan faktor kunci dari timbulnya sindrom patah hati ini. "Kita mengetahui pemain utama dari kondisi seperti ini adalah apa yang kita sebut hormone seperti adrenalin yang mampu merespon stress,” kata Kucia.
"Anda tahu ketika orang menghadapi event yang menakutkan maka tubuh kita memproduksi lebih banyak adrenalin, tapi jika jumlahnya sangat banyak maka adrenalin itu dapat menjadi racun. Dan tampaknya sebagian orang tidak bisa mengatasinya sebaik yang lain. “